Selasa, 12 April 2011

bahasa indonesia -penalaran deduktif-

PENALARAN DEDUKTIF
BAHASA INDONESIA

NAMA : RAYNA DALINTA
NPM : 11208394
KELAS : 3EA14

UNIVERSITAS GUNADARMA
2011

Penalaran Deduktif

Penalaran deduksi/deduktif didasarkan pada penarikan kesimpulan yang bertolak dari hal yang umum. Dalam karangan penerapan penalaran deduktif ini tampak pada pernyataan umum yang dituangkan dalam kalimat utama yang kemudian menuju pada beberapa kalimat penjelas.
contoh misalnya kita amati pernyataan-pernyataan berikut ini.
I. Semua manusia akan mati.
II. Peserta latihan penelitian ini adalah manusia.
III. Peserta penelitian ini akan mati.
Pernyataan I kita kenal sebagai premis mayor, pernyataan II adalah premis minor dan pernyataan III adalah kesimpulan. Kesimpulan yang ditarik akan bernilai benar jika kedua pernyataan di atasnya benar, demikian pula sebaliknya.

Banyak sekali kegiatan manusia yang menggunakan penalaran deduktif, sebagai contoh misalnya dokter dalam mendiagnosis penyakit pasiennya, detektif yang menyelidiki masalah kriminal, atau egiatan lainnya, tapi yang harus dicamkan adalah bahwa penggunaan yang banyak bukan jaminan bahwa penelaran deduktif ini dapat dipergunakan tanpa kelemahan-kelemahan. Antara lain misalnya jika salah satu atau kedua premisnya salah maka kesimpulan yang ditarik berdasarkan premis-premis itu akan salah. Kelemahan lainnya adalah bahwa kesimpulan yang ditarik berdasarkan logika deduktif tak mungkin lebih luas dari premis-premisnya, sehingga sulit diharapkan kemajuan ilmupenegetahuan jika hanya mengandalkan logika ini. Selain itu manakala argumen deduktif akan diuji kebenarannya, maka yang mungkin teruji hanya bentuk atau pola penalarannya tapi bukan materi dari premis-premisnya, jadi salah benar premisnya tak dapat diuji.

Dalam suatu penalaran deduksi kesimpulan dapat ditarik dengan cara:
1. menarik kesimpulan dari satu premis
Contoh:
Premis : Hari Jumat, tanggal 10 September 2010 merupakan hari libur nasional.
Kesimpulan: Hari itu sekolah libur.
2. menarik kesimpulan dari dua premis
Contoh:
Premis 1 : Pegawai Negeri adalah anggota Korpri.
Premis 2 : Anggota Korpri memiliki seragam khusus.
Kesimpulan: Pegawai Negeri pasti mempunyai seragam khusus.
Konklusi atau kesimpulan yang kita utarakan harus dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam penarikan kesimpulan penalaran deduksi, yaitu:
1. premis harus benar
2. penalaran yang menuju kesimpulan harus benar.

SILOGISME
Penalaran deduksi yang biasa digunakan ialah silogisme. Silogisme disebut juga penalaran deduksi secara tidak langsung. Dalam silogisme kita dapati dua premis dan satu premis kesimpulan. Kedua premis itu adalah premis umum/premis mayor dan premis khusus/premis minor. Dari kedua premis tersebut kesimpulan dirumuskan.
Premis umum (=PU) : menyatakan bahwa semua anggota golongan tertentu (=semua A) memiliki sifat atau hal tertentu (=B).
Premis khusus (=PK) : menyatakan bahwa sesuatu atau seseorang (=C) adalah anggota golongan tertentu itu (=A).
Kesimpulan (=K) : menyatakan bahwa sesuatu atau seseorang (=C) memiliki sifat atau hal tersebut pada B (=B)
Jika ketentuan-ketentuan di atas kita rumuskan, rumus itu akan berbunyi sebagai berikut:
PU : semua A = B
PK : C = A
K : C = B
Contoh 1:
PU : Semua jenis parasit merugikan inangnya.
PK : Benalu tergolong parasit.
K : Benalu tentu merugikan inangnya.
Contoh 2:
PU : Binatang menyusui melahirkan anak dan tidak bertelur.
PK : Ikan paus binatang menyusui.
K : Ikan paus melahirkan anak dan tidak bertelur.

Silogisme Negatif
Silogisme negatif adalah silogisme yang salah satu premisnya bersifat negatif. Silogisme jenis ini biasanya di salah satu premisnya ditandai dengan kata-kata ingkar, yaitu tidak atau bukan.
Contoh
PU : Semua penderita diabetes tidak boleh banyak makan tepung-tepungan.
PK : Paman penderita doabetes.
K : Paman tidak boleh banyak makan tepung-tepungan.
Silogisme Standar
Silogisme kategoris standar = proses logis yang terdiri dari tiga proposisi kategoris.
Proposisi 1 dan 2 adalah premis
Proposisi 3 adalah konklusi
Contoh:
“Semua pahlawan adalah orang berjasa
Kartini adalah pahlawan
Jadi: Kartini adalah orang berjasa”.
Kesimpulan hanya dicapai dengan bantuan proposisi dua
Jumlah term-nya ada tiga, yakni: pahlawan, orang berjasa dan Kartini.
Masing-masing term digunakan dua kali.
Sebagai S, “Kartini” digunakan 2 kali (sekali di premis dan sekali di konklusi)
Sebagai P, “orang berjasa” digunakan 2 kali (sekali di premis dan sekali di konklusi)
Term “pahlawan”, terdapat 2 kali di premis, tapi tidak terdapat di konklusi.
Term ini disebut term tengah (M, singkatan dari terminus medius). Dengan bantuan term tengah inilah konklusi ditemukan (sedangkan term tengah sendiri hilang dalam konklusi).
Term predikat dalam kesimpulan disebut term mayor, maka premis yang mengandung term mayor disebut premis mayor (proposisi universal), yang diletakkan sebagai premis pertama.
Term subyek dalam kesimpulan disebut term minor, maka premis yang mengandung term minor disebut premis minor (proposisi partikular), yang diletakkan sebagai premis kedua.
Term mayor akan menjadi term predikat dalam kesimpulan; sedangkan term minor akan menjadi term subyek dalam kesimpulan
Dengan demikian, kesimpulan dalam sebuah silogisme adalah atau “S = P” atau “S ¹ P”. Kesimpulan itu merupakan hasil perbandingan premis mayor(yang mengandung P) dengan premis minor (yang mengandung S) dengan perantaraan term menengah (M).
Karena M = P; sedang S = M; maka S = P
Premis mayor M = P M = term antara
Premis minor S = M P = term mayor
Kesimpulan S = P S = term minor

Hukum-hukum Silogisme
a. Prinsip-prinsip Silogisme kategoris mengenai term:
1. Jumlah term tidak boleh kurang atau lebih dari tiga
2. Term menengah tidak boleh terdapat dalam kesimpulan
3. Term subyek dan term predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada dalam premis.
4. Luas term menengah sekurang-kurangnya satu kali universal.
b. Prinsip-prinsip silogisme kategoris mengenai proposisi.
1. Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan harus afirmatif juga.
2. Kedua premis tidak boleh sama-sama negatif.
3. Jika salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga (mengikuti proposisi yang paling lemah)
4. Salah satu premis harus universal, tidak boleh keduanya pertikular.

Bentuk Silogisme Menyimpang
Dalam praktek penalaran tidak semua silogisme menggunakan bentuk standar, bahkan lebih banyak menggunakan bentuk yang menyimpang. Bentuk penyimpangan ini ada bermacam-macam. Dalam logika, bentuk-bentuk menyimpang itu harus dikembalikan dalam bentuk standar.
Contoh:
“Mereka yang akan dipecat semuanya adalah orang yang bekerja tidak disiplin. Kamu kan bekerja penuh disiplin. Tak usah takut akan dipecat”.
Bentuk standar:
“Semua orang yang bekerja disiplin bukanlah orang yang akan dipecat.
Kamu adalah orang yang bekerja disiplin.
Kamu bukanlah orang yang akan dipecat”.

2. Silogisme kategorial
1. 2. Silogisme Kategoris
1. a. Silogisme kategoris standar
Silogisme kategoris adalah proses logis yang terdiri dari tiga proposisi kategoris. Bila rangkaian tiga proposisi yang membentuk silogisme itu berupa proposisi kategoris standar maka silogisme yang demikian adalah silogisme kategoris standar.
Secara khusus silogisme kategoris standar dapat dirumuskan sebagai suatu penalaran deduktif yang mengandung suatu rangkaian proposisi yang terdiri dari tiga (dan hanya tiga) proposisi kategoris, dan disusun sedemikian rupa sehingga ada tiga term yang muncul dalam rangkaian proposisi itu. Tiap-tiap term hanya boleh muncul dalam dua proposisi. Berikut ini adalah contoh penalaran deduktif yang merupakan silogisme kategoris:
Setiap buruh adalah manusia pekerja.
Setiap kali bangunan adalah buruh.
Jadi, setiap kali bangunan adalah manusia pekerja.
Contoh di atas sekaligus merupakan silogisme kategoris standar karena rangkaian tiga proposisi yang membentuk silogisme tersebut adalah proposisi kategoris standar. Dua proposisi kategoris standar yang pertama berfungsi sebagai premis, sedang proposisi kategoris standar yang ketiga berfungsi sebagai kesimpulan. Jumlah termnya ada tiga: “buruh”, “manusia pekerja”, dan “kuli bangunan”, masing-masing digunakan dua kali. Term yang tidak muncul dalam kesimpulan (dalam contoh di atas adalah “buruh”) disebut term menengah (M, singkatan dari terminus medius), karena berkat perantaraan term inilah kedua premis dapat dihubungkan sehingga menghasilkan kesimpulan. Karena M adalah P, sedangkan S adalah M, maka S adalah P:
M – P
S – M
S – P
Term predikat dalam kesimpulan disebut term mayor; biasanya disingkat dengan “P/T”. Karena itu premis yang mengandung term mayor tersebut disebut premis mayor, yang diletakkan sebagai premis yang pertama. Sedangkan term subyek dalam kesimpulan disebut term minor; biasanya disingkat dengan “S/t”. Karena premis yang mengandung term minor disebut premis minor, yang diletakkan sebagai premis yang kedua. Term mayor (P) akan menjadi term predikat dalam kesimpulan. Sedangkan term minor (S) akan menjadi term subyek dalam kesimpulan. Dengan demikian kesimpulan dalam sebuah silogisme adalah atau “S = P” atau “S # P”. kesimpulan itu merupakan hasil perbandingan premis mayor (yang mengandung “P”) dengan premis minor (yang mengandung “S”) dengan perantaraan term Menengah (“M).
1. b. Silogisme kategoris yang menyimpang
Dalam praktek sehari-hari tidak semua silogisme kategoris diungkapkan dalam bentuk yang standar; terlihat bahwa bentuk silogisme kategoris ini lebih banyak yang menyimpang. Dalam logika, bentuk-bentuk silogisme yang menyimpang itu – demi memudahkan pengujian sahih atau tidak sahihnya – perlu dikembalikan kepada bentuk yang standar, sekurang-kurangnya apabila penalaran menjadi tidak jelas. Pada kenyataannya penyimpangan itu tidak terbatas caranya, karena memang tidak ada sesuatu yang dapat memaksa orang untuk bernalar dalam bentuk silogisme kategoris standar. Di bawah ini diperlihatkan beberapa sebab yang memungkinkan terjadinya penyimpangan itu.
(a) proposisi yang digunakan dalam mengungkapkan suatu penalaran silogistis bukanlah proposisi kategoris standar. Misalnya proposisi yang tidak mengikuti pola susunan S = P / S # P, atau term predikat dari salah satu atau lebih proposisi dalam silogisme itu adalah kata sifat atau kata kerja. Dengan demikian untuk memudahkan kita menguji sahih atau tidak sahihnya penalaran tersebut, berguna sekali apabila kita kembalikan silogisme-silogisme menyimpang itu kepada silogisme kategoris standar. Perhatikanlah contoh berikut ini:
Mereka yang akan dipecat semuanya adalah orang uang bekerja tidak disiplin. Kamu ‘kan bekerja penuh disiplin. Tak usah takut akan dipecat.
Penalaran tersebut dapat kita kembalikan menjadi silogisme kategoris standar sebagai berikut:
Semua orang yang bekerja disiplin bukanlah orang yang akan dipecat.
Kamu adalah orang yang bekerja disiplin.
Kamu adalah orang yang akan dipecat.
(b) term yang sama dilambangkan dengan kata-kata yang berbeda (kerap disertai pula dengan penggunaan proposisi kategoris yang bukan standar), sehingga penalarannya kelihatan memiliki lebih dari tiga term. Contoh berikut ini menunjukkan penyimpangan berikut:
Setiap prajurit selalu bertugas berpindah-pindah.
Suroto itu anggota Angkatan Bersenjata.
Maka ia tidak bertugas di satu tempat saja.
Kiranya jelas bahwa Suroto dalam premis minor di atas identik dengan ia dalam kesimpulan. Tetapi, selain itu, sesungguhnya prajurit pun identik dengan angota Angkatan Bersenjata, serta selalu bertugas berpindah-pindah identik dengan tidak bertugas di satu tempat saja. Dengan demikian apabila dalam silogisme kategoris di atas hanya digunakan salah satu ungkapan saja diantara yang identik dan kemudian proposisi-proposisi yang ada dikembalikan menjadi proposisi kategoris standar, maka kita akan menemukan silogisme kategoris standar sebagai berikut;
Setiap parajurit adalah orang yang selalu bertugas berpindah-pindah.
Suroto adalah prajurit.
Jadi, Suroto adalah orang yang selalu bertugas berpindah-pindah.
(c) Salah satu atau lebih proposisi dalam silogisme kategoris itu tidak dinyatakan secara ekspisit. Bentuk silogisme kategoris seperti ini biasa disebut dengan entimena.
Untuk melengkapi entimena sehingga menjadi silogisme kategoris standar, haruslah diingat bahwa:
(1) premis di dalam penalaran adalah alasan atau sebab dari kesimpulan (umumnya menggunakan kata-kata seperti : karena, sebab, dengan alasan, berdasarkan dan sebagainya).
(2) Kesimpulan adalah akibat atau berpijak pada manusia pada premis (umumnya menggunakan kata-kata seperti: jadi, oleh karena itu, maka, maka dari itu, dengan alasan itu, berdasarkan itu, dan sebagainya);
(3) Term subyek dalam kesimpulan adalah term minor (premis yang mengandung term minor adalah premis minor), sedangkan term predikat dalam kesimpulan adalah term minor (premis yang mengandung term mayor adalah premis mayor);
(4) Term yang bukan term mayor dan bukan term minor adalah term tengah, yang hanya terdapat dalam premis dan tidak muncul dalam kesimpulan.
Karena silogisme itu terdiri dari tiga proposisi premis mayor, premis minor, dan kesimpulan), maka bentuk-bentuk entimena itu ialah :
(a) Entimena tanpa premis mayor.
(b) Entimena tanpa premis minor
(c) Entimena tanpa kesimpulan
(d) Entimena dengan hanya kesimpulan atau hanya premis mayor atau hanya premis minor.
Contoh entimena tanpa premis mayor adalah : “Jelas saja dia pandai. Di kan anaka dokter terkenal!” Kesimpulan penalaran di atas apabila dirumuskan dengan proposisi kategoris standar ialah “Dia adalah orang pandai”. Adapun alasannya ialah “Dia adalah anak dokter terkenal” (lihat kata “kan” yang menunjuk pada alasan). Karena term subyek dalam kesimpulan adalah “dia” dan term predikat dalam kesimpulan adalah “orang pandai”, maka term tengahnya (term yang tidak muncul dalam kesimpulan) adalah “anak dokter terkenal”. Dengan demikian apabila kita melengkapi penalaran di atas dengan premis mayornya dan kemudian distandarisasikan, silogisme kategorisnya menjadi:
Anak dokter terkenal adalah orang pandai.
Dia adalah anak dokter terkenal.
Jadi, dia adalah orang pandai.
Silogisme kategoris di atas dapat juga dinyatakan sebagai entimena tanpa premis minor. Kalau begitu penalarannya adalah: “Jelas saja dia pandai. Anak dokter terkenal kan pandai!” Demikian pula, silogisme kategoris yang sama dapat juga dinyatakan sebagai entimena tanpa kesimpulan. Kalau begitu penalarannya adalah :”Dia kan anak dokter terkenal dan anak dokter terkenal itu pandai!” Dalam penalaran ini, orang yang saling berkomunikasi sudah sama-sama tahu kesimpulannya. Bahkan dengan mengingat pada konteks pembicaraan, biasanya sudah cukup apabila hanya dinyatakan kesimpulan atau premis mayor atau premis minornya saja secara eksplisit; misalnya : “Jelas saja dia pandai” atau “Anak dokter terkenal kan pandai!” atau “Dia kan anak dokter terkenal!”
penulisan bebas

ENTIMEM

Penggunaan silogisme dalam kehidupan sehari-hari atau karang-mengarang terasa sangat kaku. Oleh karena itu, silogisme dapat diperpendek dengan tidak menyebutkan premis umumnya. Kita dapat langsung mengetengahkan kesimpulan, dengan premis khusus sebagai penyebabnya. Bentuk silogisme yang demikian disebut entimem.
Entimem merupakan penalaran deduksi secara langsung.
Entimem dapat dirumuskan: C = B, karena C = A.
Contoh 1:
Silogisme:
PU : Pegawai yang baik tidak mau menerima suap.
PK : Budiman pegawai yang baik.
K : Budiman tidak mau menerima suap.
Entimem:
Budiman tidak mau menerima uang suap, karena ia pegawai yang baik.
Contoh 2:
Silogisme:
PU : Orang yang ingin sukses hidupnya harus bekerja keras.
PK : Diah orang yang ingin sukses hidupnya.
K : Diah harus bekerja keras.
Entimem:
Diah harus bekerja keras, karena ia ingin sukses hidupnya
Penalaran ini dirintis oleh Prancis Bacon yang tidak puas dengan penalaran deduktif, dan tidak habis pikir mengapa misalnya masalah jumlah gigi kuda saja harus berdebat habis-habisan dengan menggunakan logika deduktif, bukankah pemecahannya sangat mudah? buka saja mulut-mulut kuda lalu dihitung jumlah giginya. (Best,1982: 15)
Bacon merasa bahwa jika kita terus berpijak pada penalaran deduktif semata maka dia akan berputar dari itu ke itu juga sulit untuk maju, namun kitapun harus sadar bahwa induktifnya Bacon bukan tanpa cela, antara lain karena keterbatasan dan ketidaksempurnaan indera; selain itu jika observasi inderawi dilakukan secara acak tanpa berpijak pada kesatuan konsep atau fokus maka kita seolah berjalan dalan kegelapan; pengalaman inderawi merupakan sesuatu yang bersifat tidak pasti sebab suatu fakta tidak memberikan makna untuk dirinya danb tidak menunjukkan hubungan antar mereka tanpa masuknya subjektivitas pengamatnya.

BAHASA INDONESIA -KARANGAN ILMIAH-

BAHASA INDONESIA
KARANGAN ILMIAH



NAMA : RAYNA DALINTA
NPM : 11208394
KELAS : 3EA14







UNIVERSTAS GUNADARMA
2011

Karangan Ilmiah


Karangan ilmiah lazim juga disebut karangan ilmiah. Lebih lanjut, Brotowidjoyo menjelaskan karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Karya ilmiah dapat juga berarti tulisan yang didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/keilmiahannya (Susilo, M. Eko, 1995:11).

Karya ilmiah atau dalam bahasa Inggris (scientific paper) adalah laporan tertulis dan publikasi yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Terdapat berbagai jenis karangan ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah seminar atau simposium, dan artikel jurnal yang pada dasarnya semua itu merupakan produk dari kegiatan ilmuwan.

Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah biasa dijadikan acuan (referensi) ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya. Isi (batang tubuh) sebuah karya ilmiah harus memenuhi syarat metode ilmiah. Menurut John Dewey ada 5 langkah pokok proses ilmiah, yaitu (1) mengenali dan merumuskan masalah, (2) menyusun kerangka berpikir dalam rangka penarikan hipotesis, (3) merumuskan hipotesis atau dugaan hasil sementara, (4) menguji hipotesis, dan (5) menarik kesimpulan.

Di perguruan tinggi, khususnya jenjang S1, mahasiswa dilatih untuk menghasilkan karya ilmiah, seperti makalah, laporan praktikum, dan skripsi (tugas akhir). Yang disebut terakhir umumnya merupakan laporan penelitian berskala kecil tetapi dilakukan cukup mendalam. Sementara itu makalah yang ditugaskan kepada mahasiswa lebih merupakan simpulan dan pemikiran ilmiah mahasiswa berdasarkan penelaahan terhadap karya-karya ilmiah yang ditulis pakar-pakar dalam bidang tertentu yang dipelajari. Penyusunan laporan praktikum ditugaskan kepada mahasiswa sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan menyusun laporan penelitian. Dalam beberapa hal, ketika mahasiswa melakukan praktikum, ia sebetulnya sedang melakukan verifikasi terhadap proses penelitian yang telah dikerjakan ilmuwan sebelumnya. Kegiatan praktikum didesain pula untuk melatih keterampilan dasar untuk melakukan penelitian.

Ciri Karya Ilmiah

Secara ringkas, ciri-ciri karya ilmiah dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Objektif.

Keobjektifan ini tampak pada setiap fakta dan data yang diungkapkan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak dimanipulasi. Juga setiap pernyataan atau simpulan yang disampaikan berdasarkan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, siapa pun dapat mengecek (memvertifikasi) kebenaran dan keabsahannya.

2. Netral.

Kenetralan ini bisa terlihat pada setiap pernyataan atau penilaian bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang bersifat mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca perlu dihindarkan.

3. Sistematis.

Uraian yang terdapat pada karya ilmiah dikatakan sistematis apabila mengikuti pola pengembangan tertentu, misalnya pola urutan, klasifikasi, kausalitas, dan sebagainya. Dengan cara demkian, pembaca akan bisa mengikutinya dengan mudah alur uraiannya.

4. Logis.

Kelogisan ini bisa dilihat dari pola nalar yang digunakannya, pola nalar induktif atau deduktif. Kalau bermaksud menyimpulkan suatu fakta atau data digunakan pola induktif; sebaliknya, kalau bermaksud membuktikan suatu teori atau hipotesis digunakan pola deduktif.

5. Menyajikan Fakta (bukan emosi atau perasaan).

Setiap pernyataan, uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus faktual, yaitu menyajikan fakta. Oleh karena itu, pernyataan atau ungkapan yang emosional (menggebu-gebu seperti orang berkampanye, perasaan sedih seperti orang berkabung, perasaan senang seperti orang mendapatkan hadiah, dan perasaan marah seperti orang bertengkar) hendaknya dihindarkan.

6. Tidak Pleonastis

Maksudnya kata-kata yang digunakan tidak berlebihan alias hemat. Kata-katanya jelas atau tidak berbelit- belit (langsung tepat menuju sasaran).

7. Bahasa yang digunakan adalah ragam formal.

Perbedaan Karya Ilmiah dengan Nonilmiah

Istilah karya ilmiah dan nonilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahui orang dalam dunia tulis-menulis. Berkaitan dengan istilah ini, ada juga sebagian ahli bahasa menyebutkan karya fiksi dan nonfiksi. Terlepas dari bervariasinya penamaan tersebut, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah baik karya ilmiah maupun nonilmiah/fiksi dan nonfiksi atau apa pun namanya, kedua-keduanya memiliki perbedaan yang signifikan.

Perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dicermati dari beberapa aspek. Pertama, karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif adalah adanya kesesuaian antara fakta dan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau observasi. Kedua, karya ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode atau cara-cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi. Ketiga, dalam pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah. Dengan kata lain, ia ditulis dengan menggunakan kode etik penulisan karya ilmiah. Perbedaan-perbedaan inilah yang dijadikan dasar para ahli bahasa dalam melakukan pengklasifikasian.

Selain karya ilmiah dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, terdapat juga karangan yang berbentuk semiilmiah/ilmiah populer. Sebagian ahli bahasa membedakan dengan tegas antara karangan semiilmiah ini dengan karangan ilmiah dan nonilmiah. Finoza (2005:193) menyebutkan bahwa karakteristik yang membedakan antara karangan semiilmiah, ilmiah, dan nonilmiah adalah pada pemakaian bahasa, struktur, dan kodifikasi karangan. Jika dalam karangan ilmiah digunakan bahasa yang khusus dalam di bidang ilmu tertentu, dalam karangan semiilmiah bahasa yang terlalu teknis tersebut sedapat mungkin dihindari. Dengan kata lain, karangan semiilmiah lebih mengutamakan pemakaian istilah-istilah umum daripada istilah-istilah khusus. Jika diperhatikan dari segi sistematika penulisan, karangan ilmiah menaati kaidah konvensi penulisan dengan kodifikasi secara ketat dan sistematis, sedangkan karangan semiilmiah agak longgar meskipun tetap sistematis. Dari segi bentuk, karangan ilmiah memiliki pendahuluan (preliminaris) yang tidak selalu terdapat pada karangan semiilmiah.

Berdasarkan karakteristik karangan ilmiah, semiilmiah, dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, yang tergolong dalam karangan ilmiah adalah laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong karangan semiilmiah antara lain artikel, feature, kritik, esai, resensi; yang tergolong karangan nonilmiah adalah anekdot, dongeng, hikayat, cerpen, cerber, novel, roman, puisi, dan naskah drama.

Karya nonilmiah sangat bervariasi topik dan cara penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum. Karangan nonilmiah ditulis berdasarkan fakta pribadi, dan umumnya bersifat subyektif. Bahasanya bisa konkret atau abstrak, gaya bahasanya nonformal dan populer, walaupun kadang-kadang juga formal dan teknis. Karya nonilmiah bersifat (1) emotif: kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi, (2) persuasif: penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative, (3) deskriptif: pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif, dan (4) jika kritik adakalanya tanpa dukungan bukti.

Sumber :

1. http://one.indoskripsi.com/node/1689
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Karya_ilmiah
3. http://menulisbukuilmiah.blogspot.com/2008/10/karya-tulis-ilmiah-ciri-dan-sikap.html
4. http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090418142946AABdXER
5. http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/07/karya-ilmiah-dan-non-ilmiah.html

BAHASA INDONESIA -TULISAN ILMIAH-

BAHASA INDONESIA
TULISAN ILMIAH














NAMA : RAYNA DALINTA

KELAS : 3EA14

NPM : 11208394





UNIVERSITAS GUNADARMA
2011

Bahasa Indonesia dalam tulisan ilmiah mempunyai fungsi yang sangat penting, karena bahasa merupakan media pengungkap gagasan penulis. Bahasa yang digunakan dalam tulisan ilmiah adalah bahasa Indonesia ilmiah.
Bahasa Indonesia yang digunakan didalam tulisan ilmiah ternyata tidak selalu baku dan benar, banyak kesalahan sering muncul dalam tulisan ilmiah.

Bahasa Tulis Ilmiah
Bahasa tulis ilmiah merupakan perpaduan ragam bahasa tulis dan ragam bahasa ilmiah.
Ciri Ragam Bahasa Tulis :
(1) Kosa kata yang digunakan dipilih secara cermat,
(2) Pembentukan kata dilakukan secara sempurna,
(3) Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap, dan
(4) Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu.
Ciri Ragam Bahasa Ilmiah :
CENDEKIA, LUGAS, JELAS, FORMAL, OBYEKTIF, KONSISTEN,
BERTOLAK DARI GAGASAN, SERTA RINGKAS DAN PADAT.

Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 2
Cendekia
Bahasa yang cendekia mampu membentuk pernyataan yang tepat dan seksama, sehingga gagasan yang disampaikan penulis dapat diterima secara tepat oleh pembaca.
Contoh-1 :
Infeksi cendawan pembentuk mikoriza (CPM) akan mempengaruhi serapan hara fosfor oleh tanaman inang melalui akar terutama tanaman yang tumbuh pada tanah yang kekurangan fosfor yang dimungkinkan oleh adanya hifa eksternal.
Contoh-2 :
Infeksi cendawan pembentuk mikoriza (CPM) pada akar tanaman inang akan meningkatkan serapan hara fosfor melalui hifa eksternalnya.
Kalimat pada contoh-2 secara jelas mampu menunjukkan hubungan sebab-akibat, tetapi tidak terungkap jelas pada contoh-1.
Contoh-3 : penyimpulan, pemaparan, pembuatan, dan pembahasan.
Contoh-4 : simpulan, paparan, buatan, dan bahasan Kata pada contoh-3 menunjukkan suatu proses, sedangkan pada contoh-4 menunjukkan suatu hasil. Bahasa Indonesia dalam tulisan ilmiah, dapat menggunakan kedua bentuk kata pada contoh-3 dan contoh-4.
Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 3
Contoh-5 :
Virus pada tanaman Tembakau karena sulit dikendalikan , maka harus dilakukan pengawasan sejak dalam pembibitan.
Contoh-6 :
Virus pada tanaman Tembakau sulit dikendalikan, maka harus dilakukan pengawasan sejak dalam pembibitan.
Contoh-9 :
Peneliti mikoriza terdiri dosen berbagai bidang ilmu.
Contoh-10 :
Peneliti mikoriza terdiri atas dosen berbagai bidang ilmu.
Lugas
Paparan bahasa yang lugas akan menghindari kesalah-pahaman dan kesalahan menafsirkan isi kalimat dapat dihindarkan. Penulisan yang bernada sastra perlu dihindari.
Contoh-11 :
Mahasiswa sering mendapatkan tugas yang tidak dapat dikatakan ringan sehingga kemampuan berfikirnya menjadi berada di awing-awang.
Contoh-12 :
Mahasiswa sering mendapatkan tugas yang berat sehingga kemampuan berfikirnya menjadi menurun.

Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 4
Jelas
Gagasan akan mudah dipahami apabila (1) dituangkan dalam bahasa yang jelas dan (2) hubungan antara gagasan yang satu dengan yang lain juga jelas. Kalimat yang tidak jelas, umumnya akan muncul pada kalimat yang sangat panjang.
Contoh-13 :
Struktur cendawan pembentuk mikoriza (CPM) pada apikal akar berbentuk bebas dan berpengaruh tidak langsung terhadap kapasitas serapan hara oleh akar, misalnya dalam kompetisi dalam memanfaatkan karbohidrat, karena cendawan pembentuk mikorisa sangat tergantung kepada kandungan karbon tanaman inang sebagai sumber energinya serta kapasitas dan mekanisme CPM dalam menyerap hara hanya akan dievaluasi dari asosiasinya dengan tanaman inang.
Contoh-14 :
Struktur Cendawan pembentuk Mikoriza (CPM) pada apical akar berbentuk bebas dan berpengaruh tidak langsung terhadap kapasitas serapan hara oleh akar, misalnya dalam kompetisi dalam memanfaatkan karbohidrat. Cendawan pembentuk mikorisa sangat tergantung kepada kandungan karbon tanaman inang sebagai sumber energinya. Kapasitas dan mekanisme CPM dalam menyerap hara hanya akan dievaluasi dari asosiasinya dengan tanaman inang.
Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 5
Formal
Bahasa yang digunakan dalam komunikasi ilmiah bersifat formal. Tingkat keformalan bahasa dalam tulisan ilmiah dapat dilihat pada lapis kosa kata, bentukan kata, dan kalimat.
Contoh-15 :
Kata Formal : Kata Non-formal :
Wanita Cewek
Daripada Ketimbang
Hanya Cuma
Membuat Bikin
Dipikirkan Dipikirin
Bagaimana Gimana
Matahari Mentari

Tulisan ilmiah termasuk katagori paparan yang bersifat teknis.
Contoh-16 :
Kata Ilmiah Teknis : Kata Ilmiah Populer :
Modern Maju
Alibi Alasan
Argumen Bukti
Informasi Keterangan
Sinopsis Ringkasan
Urine Air kencing

Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 6
Bentukan kata yang formal adalah bentukan kata yang lengkap dan utuh sesuai dengan aturan pembentukan kata dalam bahasa Indonesia.
Contoh-17 :
Bentukan Kata bernada Bentukan Kata bernada
Formal : Non-formal :
Menulis Nulis
mendengarkan Dengarkan
Mencuci Nyuci
Bagaimana Gimana
Mendapat Dapat
Tertabrak Ketabrak
Pengesahan Legalisir

Kalimat formal dalam tulisan ilmiah dicirikan oleh (1) kelengkapan unsur wajib (subyek dan predikat), (2) ketepatan penggunaan kata fungsi atau kata tugas, (3) kebernalaran isi, dan (4) tampilan esei formal. Sebuah kalimat dalam tulisan ilmiah setidak-tidaknya memiliki subyek dan predikat.
Contoh-18 :
Apabila tanaman kekurangan unsur nitrogen, maka tanaman tersebut akan mengalami khlorosis.
Contoh-19 :
Tanaman yang kekurangan unsur nitrogen akan mengalami khlorosis.

Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 7
Obyektif
Sifat obyektif tidak cukup dengan hanya menempatkan gagasan sebagai pangkal tolak, tetapi juga diwujudkan dalam penggunaan kata.
Contoh-26 :
Daun tanaman kedelai yang mengalami khlorosis kiranya disebabkan oleh kekurangan unsur nitrogen.
Contoh-27 :
Daun tanaman kedelai yang mengalami khlorosis disebabkan oleh kekurangan unsur nitrogen.
Kata yang menunjukkan sikap ekstrem dapat memberi kesan subyektif dan emosional. Kata seperti harus, wajib, tidak mungkin tidak, pasti, selalu perlu dihindari. Contoh-28 bersifat subyektif dan emosional, berbeda dengan contoh-29.
Contoh-28 :
Mahasiswa baru wajib mengikuti program pengenalan program studi di fakultasnya masing-masing.
Contoh-29 :
Mahasiswa baru mengikuti program pengenalan program studi di fakultasnya masing-masing.
Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III – 8

Konsisten
Unsur bahasa, tanda baca, dan istilah, sekali digunakan sesuai dengan kaidah maka untuk selanjutnya digunakan secara konsisten.
Contoh-30 :
Untuk mengatasi bahaya kelaparan pada musim kemarau 2001, masyarakat dihimbau untuk menghemat penggunaan beras dengan sistem diversifikasi pangan dan menggalakan kembali lumbung desa.
Contoh-31 :
Untuk bahaya kelaparan pada musim kemarau 2001, telah disiapkan program ketahanan pangan. Masyarakat dihimbau untuk melakukan diversifikasi pangan dan menggalakan lumbung desa.

Bertolak dari Gagasan
Bahasa ilmiah digunakan dengan orientasi gagasan. Pilihan kalimat yang lebih cocok adalah kalimat pasif, sehingga kalimat aktif dengan penulis sebagai pelaku perlu dihindari.
Contoh-32 :
Penulis menyimpulkan bahwa hifa cendawan pembentuk mikoriza yang berasosiasi dengan akar tanaman mampu membantu tanaman untuk menyerap unsur hara fosfor dan nitrogen.

Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 9
Contoh-33 :
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hifa cendawan pembentuk mikoriza yang berasosiasi dengan akar tanaman mampu membantu tanaman untuk menyerap unsur hara fosfor dan nitrogen. Orientasi pelaku yang bukan penulis yang tidak berorientasi pada gagasan juga perlu dihindari.
Contoh-34 :
Para dosen mengetahui dengan baik bahwa kurikulum sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan di perguruan tinggi.
Contoh-35 :
Kurikulum sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan di perguruan tinggi.
Contoh-36 :
Siswono Yudo Husodo (2001) menyatakan bahwa pada tahun 2000 Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 1,3 juta ton atau senilai US$305,882,353.

Ringkas dan Padat
Ciri padat merujuk pada kandungan gagasan yang diungkapkan dengan unsur-unsur bahasa. Karena itu, jika gagasan yang terungkap sudah memadai dengan
unsur bahasa yang terbatas tanpa pemborosan, ciri kepadatan sudah terpenuhi.

Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 10
Contoh-37 :
Tri dharma perguruan tinggi menjadi ukuran kinerja setiap sivitas akademika.
Contoh-38 :
Tri dharma perguruan tinggi sebagaimana yang tersebut pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Tinggi menjadi ukuran kinerja dan
prosedur standar setiap sivitas akademika. Keringkasan dan kepadatan penggunaan bahasa tulis ilmiah juga ditandai dengan tidak adanya kalimat atau paragraph yang berlebihan dalam tulisan ilmiah.
Contoh-39 :
Berdasarkan hasil analisis biji tanaman di Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember bahwa biji kedelai tidak mengandung genetic modified organism (GMO). Dengan demikian, tidak menyalahi aturan tentang uji coba produk berbahan baku kedelai. Artinya, produk olahan
berbahan baku kedelai aman bagi kesehatan manusia. Isu negatif yang selama ini berkembang bahwa kedelai mengandung GMO adalah tidak benar.
Contoh-40 :
Hasil analisis biji tanaman di Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember bahwa biji kedelai tidak mengandung genetic modified organism (GMO). Isu negatif yang selama ini berkembang bahwa kedelai mengandung GMO adalah tidak benar.

Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III – 11

Kesalahan Umum Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah
Kesalahan pemakaian bahasa Indonesia dalam tulisan ilmiah pada umumnya berkaitan dengan (1) kesalahan penalaran, (2) kerancuan, (3) pemborosan, (4) ketidaklengkapan kalimat, (5) kesalahan kalimat pasif, (6) kesalahan ejaan, dan
(7) kesalahan pengembangan paragraf.

Kesalahan Penalaran
Kesalahan penalaran yang umum terjadi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kesalahan penalaran intra-kalimat dan antar-kalimat.
Contoh-41 :
Kegiatan penelitian di bidang ilmu hortikultur akan meningkatkan kesadaran mahasiswa akan pentingnya persatuan dan kesatuan.
Contoh-42 :
Penelitian di bidang ilmu hortikultur akan meningkatkan kreativitas mahasiswa di bidang pertanian.

Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III – 12
Kerancuan
Kerancuan terjadi karena penerapan dua kaidah atau lebih. Kerancuan dapat dipilah atas kerancuan bentukan kata dan kerancuan kalimat.
Contoh-43 :
Memperlihatkan -> dari melihatkan dan memperlihat
Memperdengarkan -> dari mendengarkan dan memperdengar
Memperdebatkan -> dari memperdebat dan mendebatkan
Memperjadikan -> dari menjadikan dan memperjadi
Memperlebarkan -> dari melebarkan dan memperlebar
Mempertinggikan -> dari mempertinggi dan meninggikan
dan lain sebagainya -> dari dan lain-lain serta dan sebagainya
Contoh-44 :
Penelitian yang dilakukan telah dibahas efektivitas Rhizobium terhadap serapan nitrogen oleh tanaman kedelai.
Contoh-45 :
Penelitian yang dilakukan membahas efektivitas Rhizobium terhadap serapan nitrogen oleh tanaman kedelai. Kerancuan kalimat juga sering terjadi pada redaksi
perujukan. Penulis sering bingung terhadap redaksi rujukan yang berpola menurut

Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 13
Contoh-46 :
Menurut Sarwanto (1999) menyatakan bahwa kenaikkan konsumsi kedelai Indonesia mencapai 9,4% per tahun, sedangkan laju kenaikkan produksi kedelai hanya 6,2% per tahun.
Contoh-47 :
Sarwanto (1999) menyatakan bahwa kenaikkan konsumsi kedelai Indonesia mencapai 9,4% per tahun, sedangkan laju kenaikkan produksi kedelai hanya 6,2% per tahun.atau Konsumsi kedelai Indonesia naik 9,4% per tahun, sedangkan laju kenaikkan produksi kedelai hanya 6,2% per tahun (Sarwanto, 1999).
Pemborosan
Pemborosan terjadi apabila terdapat unsur yang tidak berguna dalam penggunaan bahasa.


Contoh-48 :
Parameter percobaan yang digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian yang terdapat dalam penelitian yang dilakukan terdiri dari dua parameter, yaitu parameter utama dan parameter penunjang.
Contoh-49 :
Parameter percobaan dibedakan menjadi dua, yaitu parameter utama dan parameter penunjang.
Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 14
Contoh-51 :
Nasoetion (1993) dalam makalahnya yang berjudul Berkata benar itu Baik, Berkata Arif itu Lebih Baik Lagi menyatakan bahwa pedoman kerja bagi dosen diantaranya adalah bekerja dengan jujur dan tidak menukangi data.
Contoh-52 :
Nasoetion (1993) menyatakan bahwa pedoman kerja bagi dosen diantaranya adalah bekerja dengan jujur dan tidak menukangi data.

Ketidaklengkapan Kalimat
Sebuah kalimat dikatakan lengkap apabila setidak-tidaknya mempunyai pokok (subyek) dan penjelas (predikat).
Contoh-53 :
Penelitian yang dilakukan menghasilkan teknologi baru tentang sistem pertanian organik.
Contoh-54 :
Nitrogen pada pupuk urea yang dipergunakan untuk memupuk tanaman Jagung di sawah dan pada pupuk organik bokhasi, yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman juga meningkatkan populasi mikroorganisme tanah.
Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 15
Kesalahan Kalimat Pasif
Kesalahan pembentukan kalimat pasif yang sering dilakukan oleh penulis karya tulis ilmiah adalah kesalahan pembentukan kalimat pasif yang berasal dari kalimat aktif intransitif.
Contoh-55 :
Berbagai kesalahan departemen teknis dalam kuartal pertama tahun 2001 berhasil diungkap melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan.
Pertanyaan yang dapat diajukan adalah siapa yang berhasil ?
Benarkah yang berhasil adalah berbagai kesalahan departemen teknis ?

Contoh-56 :
Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan berhasil mengungkap berbagai kesalahan departemen teknis dalam kuartal pertama tahun 2001.
Kesalahan Ejaan
Bahasa Indonesia telah mempunyai kaidah penulisan (ejaan) yang telah dibakukan, yaitu Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan atau lebih dikenal dengan istilah EYD.
Kaidah ejaan tersebut tertuang dalam buku :
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
Republik Indonesia Nomor : 0543a/U/1987).
Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 16
Kesalahan penulisan ejaan yang sering dilakukan oleh penulis, diantaranya :
Pemisahan kata yang tidak dapat berdiri sendiri :
Contoh-57 :
Salah : Benar :
Pasca Sarjana Pascasarjana
Pasca Panen Pascapanen
Usaha Tani Usahatani
Gabungan kata yang mungkin menimbulkan salah penafsiran :
Contoh-58 :
Salah Penafsiran : Benar :
Alat pandang dengar Alat pandang-dengar
Bersama anak isteri Bersama anak-isteri
Buku sejarah baru Buku sejarah-baru
Kata jadian berimbuhan gabung depan dan belakang ditulis serangkai :
Contoh-59 :
Kurang benar : Benar :
Memberi tahukan Memberitahukan
Dilipat gandakan Dilipatgandakan
Dinon-aktifkan Dinonaktifkan
Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 17
Penggunaan huruf kapital pada huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa; berbeda dengan pada huruf pertama yang menunjuk tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah
Contoh-60 :
Kurang benar : Benar :
Bangsa Indonesia bangsa Indonesia
Suku Madura suku Madura
Bedakan dengan :
hari Kartini Hari Kartini
hari Raya Idhul Fitri Hari Raya Idhul Fitri
Kata hubung antar kalimat
Contoh-61 :
Kurang benar : Benar :
Oleh sebab itu kami ......... Oleh sebab itu, kami .........
Namun hal itu ........ Namun, hal itu ...........
Untuk itu saudara ........ Untuk itu, saudara ........
Penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu kata atau dua kata
Contoh-62 :
Kurang benar : Benar :
Menonton 3 kali Menonton tiga kali
Tigaratus ekor ayam 300 ekor ayam
½ bagian keuntungan Setengah bagian keuntungan
Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 18
Penulisan lambang bilangan dan singkatan pada awal kalimat
Contoh-63 :
Kurang benar : Benar :
15 orang berhasil Limabelas orang berhasil
250 orang tamu Duaratus limapuluh orang tamu
Penulisan gelar kesarjanaan
Contoh-64 :
Kurang benar : Benar :
DR untuk doktor Dr. untuk gelar doktor
Dr atau untuk profesi dokter dr. untuk profesi dokter
SE untuk sarjana ekonomi S.E. untuk sarjana ekonomi
Penulisan unsur serapan
Contoh-65 :
Bahasa asli : Kurang benar : Benar :
Analysis Analisa Analisis
Chromosome Khromosom Kromosom
Technique Tehnik Teknik
Quality Kwalitas Kualitas
Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 19
Kesalahan Pengembangan Paragraf
Paragraf yang digunakan dalam tulisan ilmiah mempunyai tiga syarat, yaitu (1) kesatuan, (2) kesistematisan dan kelengkapan, dan (3) kepaduan.
Contoh-66 :
Proses pembentukan formasi bintil akar merupakan rangkaian interaksi yang komplek antara Rhizobia dan akar tanaman (1). Awalnya, tanaman mengeluarkan senyawa yang secara kemotaktis menarik bakteri ke rhizosfer dan mempersilahkan
bakteri untuk berkembang biak (2). Lektin (protein tanaman) menjadi mediator agar rhizobia dengan mudah menempel pada rambut akar (3). Akar tanaman, selama proses pembentukan bintil akar, mengeluarkan tryptophan yang akan dioksidasi oleh rhizobia menjadi IAA (4). Untuk penambatan nitrogen secara aktif, asosiasi rhizobia-tanaman memerlukan berbagai senyawa organik dan inorganik. Molibdenum (Mo) dalam jumlah kecil diperlukan dan merupakan bagian penting dari enzim nitrogenase (5).
Gagasan pokok paragraf pada contoh-66 adalah proses
pembentukan formasi bintil akar pada interaksi antara Rhizobia dan akar tanaman. Kalimat ke-5 tidak relevan dengan gagasan pokok paragraf walaupun secara sepintas mendukung gagasan pokok paragraf.
Teknik Menulis Ilmiah
R. Soedradjad/Bab III : Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah III - 20
Contoh-68 :
Masyarakat desa, pada umumnya akan berpendapat bahwa kehidupan di desa merupakan kehidupan yang sudah tidak layak di masa sekarang (1). Justru, kehidupan masyarakat desa merupakan suatu kehidupan yang damai dan tenteram (2). Desa, sebenarnya menyimpan potensi besar yang harus dimanfaatkan
oleh masyarakat desa sendiri (3). Pendapat tersebut menyebabkan masyarakat desa yang beranggapan salah tersebut segera meninggalkan desanya dengan harapan dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik sehingga banyak orang desa malu kembali ke desanya dan bahkan rela untuk menjadi tunakarya dan tunawisma di kota (4).
Urutan kalimat dalam paragraf di atas sebaiknya (1), (4), (3) dan (2). Paragraf yang baik juga mempunyai jalinan yang erat antar-ide, dan antar-kalimat pendukungnya.
Contoh-69 :
Tanaman kedelai, sebagai tanaman indikator, nyata menunjukkan pertumbuhan yang baik setelah dipupuk nitrogen. Pemupukan dilakukan pada hari ke-30 setelah tanam, padahal pada hari ke-21 tanaman tersebut masih menunjukkan gejala
khlorosis. Hari ke-24 para petani melaksanakan anjuran untuk memupuk dengan urea. Kegiatan pemupukan yang dilaksanakan petani apabila dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman, maka tidak akan merusak keseimbangan nutrisi tanah.
Penanda hubungan (tercetak miring) berfungsi untuk menjalin antar-ide dan antar-kalimat.

Senin, 11 April 2011

BAHASA INDONESIA -SILOGISME KATEGORIAL-

BAHASA INDONESIA
SILOGISME KATEGORIAL











NAMA : RAYNA DALINTA

KELAS : 3EA14

NPM : 11208394










UNIVERSITAS GUNADARMA
2011


SILOGISME KATEGORIAL
MEMAHAMI POLA PENALARAN
Istilah dalam silogisme
Kita mungkin, dengan Aristoteles, membedakan istilah tunggal seperti Socrates dan istilah umum seperti orang Yunani. Aristoteles lebih lanjut dibedakan (a) istilah yang bisa menjadi subjek predikasi, dan (b) istilah yang bisa digambarkan tentang orang lain dengan penggunaan kopula (ini adalah). (Seperti predikasi adalah dikenal sebagai distributif sebagai lawan non-distributif seperti di Yunani sangat banyak. Hal ini jelas yang silogisme Aristoteles bekerja hanya untuk predikasi distributif karena kita tidak bisa alasan Semua Yunani adalah binatang, binatang yang banyak, oleh karena itu Semua Yunani sangat banyak ) Dalam pandangan Aristoteles. segi tunggal adalah jenis (a) dan istilah umum tipe (b). Jadi Pria bisa didasarkan dari Socrates tetapi Socrates tidak dapat digambarkan tentang apa-apa. Oleh karena itu untuk memungkinkan istilah yang akan dipertukarkan - yang akan baik dalam posisi subjek atau predikat proposisi dalam silogisme - syarat harus istilah umum, atau istilah kategoris karena mereka datang untuk dipanggil. Akibatnya, proposisi silogisme harus menjadi proposisi kategoris (baik secara umum) dan hanya menggunakan istilah silogisme kategoris kemudian disebut silogisme kategoris.

Hal ini jelas bahwa tidak akan mencegah istilah tunggal yang terjadi dalam silogisme - asalkan selalu dalam posisi subjek - tetapi seperti silogisme, bahkan jika valid, tidak akan menjadi silogisme kategoris. Salah satu contoh seperti akan Socrates adalah seorang pria, Semua manusia fana, oleh karena itu Sokrates adalah fana. Intuitif ini adalah sebagai berlaku sebagai Semua Yunani adalah laki-laki, semua manusia fana karena itu semua orang Yunani adalah fana. Untuk berpendapat bahwa validitas dapat dijelaskan oleh teori silogisme akan perlu untuk menunjukkan bahwa Sokrates adalah seorang pria adalah setara dengan proposisi kategoris. Bisa dikatakan Socrates adalah seorang pria adalah setara dengan Semua yang identik dengan Socrates adalah laki-laki, jadi non-kategorikal silogisme kita dapat dibenarkan dengan penggunaan BARBARA di atas dan kemudian mengutip kesetaraan.

Penalaran merupakan suatu corak atau cara seseorang mengunakan nalarnya dalam menarik kesimpulan sebelum akhirnya orang tersebut berpendapat dan dikemukakannya kepada orang lain. Pola penalaran secara sederhana dibedakan menjadi dua: 1) deduktif; dan 2) induktif. Pola penalaran deduktif menggunakan bentuk bernalar deduksi. Deduksi secara etimologis berasal dari kata de dan ducere, yang berarti proses penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum / universal. Perihal khusus tersebut secara implisit terkandung dalam yang lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari pengetahuan universal ke singular atau individual.
Dalam konteks demikian terdapat prinsip, hukum, teori, atau putusan lain yang berlaku umum suatu suatu hal, peristiwa, atau gejala. Perhatikan contoh berikut :
1. Semua siswa-siswi kelas XII IPA SMA Gila Nama memperoleh predikat lulus100 % dan memuaskan serta menduduki peringkat empat besar dalam Ujian Nasional tahun lalu. Tetanggaku, Kenthus yang agak nyeleneh itu, siswa kelas XII IPA di sekolah itu. Maka, pastilah si Kenthus lulus dengan predikat memuaskan serta baik nilainya.

2. Semua warga RT 5 / RW 3 Kampung Getah Basah yang ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan berarti memiliki sikap nasionalisme yang baik. Pamanku si gendut lagi pula warga kampung itu juga ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan. Pasti, pamanku itu sikap nasionalismenya baik.
Apabila kita cermati, kedua contoh di atas menggunakan pola penalaran deduktif, yaitu pola penalaran yang berdasar dari pernyataan yang bersifat umum kemudian mengkhusus. Tipe penalaran seperti ini bermula dari suatu peryataan yang berlaku untuk semua anggota populasi dari suatu komunitas. Berdasarkan hal ini ditariklah kesimpulan yang mengenai salah satu individu anggota komunitas itu.

Jika menggunakan penalaran seperti ini, tidak mungkinkah kita terjebak dalam suatu pola penyamarataan dengan generalisasi atau apriori? Dalam konteks demikian, lebih baik bila kita memadukan pola deduktif dan induktif, terutama kaitannya dengan kehidupan sehari-hari untuk menghindarkan diri dari kesalahan nalar yang bisa berakibat fatal bagi kita. Kemahiran memadukan kedua tipe penalaran ini membawa kita ke arah penalaran yang analistis, kritis, dan intuitif tajam. Apalagi bila hal tersebut bertumpu pada kelengkapan dan akurasi data, fakta, evidensi, dan bukti yang akan memperlihatkan kesahihan dan kecerdasan berpikir.

Silogisme sebagai Bentuk Hasil Penalaran Deduktif
Silogisme merupakan suatu proses penarikan kesimpulan yang didasarkan atas pernyataan-pernyataan ( proposisi yang kemudian disebut premis ) sebagai antesedens ( pengetahuan yang sudah dipahami ) hingga akhirnya membentuk suatu kesimpulan ( keputusan baru ) sebagai konklusi atau konsekuensi logis. Keputusan baru tersebut selalu berkaitan dengan proposisi yang digunakan sebagai dasar atau dikemukakan sebelumnya. Oleh karena hal tersebut, perlu dipahami hal-hal teknis berkaitan dengan silogisme sehingga penalaran kita benar dan dapat diterima nalar.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu diperhatikan konsep-konsep berikut ini :
1. Pernyataan pertama dalam silogisme disebut premis mayor, sedangkan pernyatan kedua disebut premis minor.
2. Dalam silogisme hanya terdapat tiga term ( batasan ), yaitu term I : predikat dalam premis mayor ( B ), term II : predikat dalam premis minor ( C ), dan term III / antara, yaitu term yang menghubungkan antara premis mayor dan premis minor ( A ).
3. Dalam sebuah silogisme hanya ada tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
4. Bila kedua premis negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan.
5. Bila salah satu premisnya negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih.
6. Bila salah satu premis partikular, kesimpulan tidak sahih.
7. Kedua premis tidak boleh partikular.
8. Rumus:
PM (premis mayor) : A = B
Pm (premis minor) : C = A
Kesimpulan : C = B

Macam-Macam Silogisme
Silogisme dapat dibedakan menjadi tiga: 1) silogisme kategorial; 2) silogisme hipotetis; dan 3) silogisme alternatif. Namun, bisa juga dibedakan menjadi dua yang lain: 1) silogisme kategorial; dan 2) silogisme tersusun. Perhatikan pembahasan berikut :
1. Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.
Semua mamalia binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya. Kerbau termasuk mamalia. Jadi, kerbau : binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya.Yang perlu dicermati adalah, bahwa pola penalaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari kita tidak demikian nampak, entah di realita pembicaraan sehari-hari, lewat surat kabar, majalah, radio, televisi, dan lain-lain. Oleh sebab itu, dalam menyimak atau mendengarkan atau menerima pendapat seseorang, kita perlu berpikir kritis melihat dasar-dasar pemikiran yang digunakan sehingga kita dapat menilai seberapa tingkat kualitas kesahihan pendapat itu.
Dalam hal seperti ini kita perlu mnenentukan: 1) kesimpulan apa yang disampaikan; 2) mencari dasar-dasar atau alasan yang dikemukakan sebagai premis-premisnya; dan 3) menyusun ulang silogisme yang digunakannya; kemudian melihat kesahihannya berdasarkan ketentuan hukum silogisme.

Berdasarkan hal tersebut tentu saja kita akan mampu melihat setiap argumen, pendapat, alasan, atau gagasan yang kita baca atau dengar. Dengan demikian, secara kritis kita mengembangkan sikap berpikir ke arah yang cerdik, pintar, arif, dan tidak menerima begitu saja kebenaran / opini yang dikemukakan pihak lain. Berdasarkan hal inilah akhirnya kita mampu menerima, meluruskan, menyanggah, atau menolak suatu pendapat yang kita terima.

2. Silogisme Tersusun
Dalam praktik kehidupan sehari-hari bentuk dilogisme di atas ( kategorial ) sering tidak diikuti sebagaimana mestinya, melainkan diambil jalan pintas demi lancar dan cepatnya komunikasi antar pihak. Berikut ini bentuk-bentuk yang dimaksud, yang sebenarnya merupakan perluasan atau penyingkatan silogisme kategorial. Silogisme ini dapat dibedakan dalam tiga golongan: 1) epikherema; 2) entimem; dan 3) sorites.


2.1 Epikherema
Epikherema merupakan jabaran dari silogisme kategorial yang diperluas dengan jalan memperluas salah satu premisnya atau keduanya. Cara yang biasa digunakan adalah dengan menambahkan keterangan sebab: penjelasan sebab terjadinya, keterangan waktu, maupun poembuktian keberadaannya. Perhatikan contoh berikut:
- Semua pahlawan bersifat mulia sebab mereka selalu memperjuangkan hak miliki bersama dengan menomorduakan kepentingan pribadinya. Sultan Mahmud Badaruddin adalah pahlawan. Jadi, Sultan Mahmud Badaruddin itu mulia.
- Semua orang nasionalis adalah pejuang sebab mereka senantiasa bekerja tanpa kehendak serta tidak menghalalkan segala cara. Di dalamnya, setiap kegiatan dan keterlibatan mereka yakini bahwa Tuhan juga terlibat. Itulah sebabnya mereka menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan , keadilan, kebersamaan, dan keberbedaan. Bung Tomo adalah seorang nasionalis. Maka, ia seorang pejuang sejati.
Dari kedua contoh di atas terlihat bahwa ada bagian (premis) tertentu yang diperluas dengan menambahkan keterangan, alasan, bukti, dan penjelasan sebagai pelengkap premis mayor. Pola silogistisnya tetap. Hanya saja jumlah keterangan atau atribut yang memperkuat tak terbatas, asalkan memperkuat, mempertegas, dan memperjelas premisnya.

Semua siswa yang rajin belajar dengan teratur, tekun, terencana, dan mempeunyai sistem manajemen yang baik tentu akan berhasil dalam hidupnya di masa depan. Dalam klasifikasi seperti ini, mereka senantiasa mempersiapkan diri demi memahami dan mengerti ilmu yang dipelajarainya, tidak mesti harus menunggu belajar karena ada ulangan. Belajar, bagi mereka, bukan sebatas tahu dan hafal, bukan untuk memperoleh angka yang dicapai dalam ulangan. Mereka belajar secara rutin sebagai bentuk tanggung jawabnya menjawab tantangan masa depan dengan jalan memiliki jadwal pribadi yang tersusun tanpa paksaan dari siapa pun. Mereka belajar sampai tahap menganalisis urgensitas bidang studi, baik untuk hidup sekarang maupun yang akan datrang.

Bagi mereka tiada hari tanpa belajar, tiada hari tanpa prestasi, dan dijadikannya sebagai pegangan hidup. Ardi adalah siswa yang selalu belajar dengan tekun, teratur, rapi, dan terencana. Maka, tentulah masa depan hidupnya pasti baik.

2.2 Entimem
Entimem merupakan bentuk singkat silogisme dengan jalan mengubah format yang disederhanakan, tanpa menampilkan premis mayor. Bentuk silogisme ini bisa dimunculkan dalam dua cara: 1) C=B karena C=A, dan 2) Karena C=A, berarti C=B. Bentuk penalaran ini bisa dikembangkan dalam format yang lebih detail bagian per bagian yang akan memperbanyak gagasan dan konsep. Hubungan logis memegang peran utama dalam penalaran tipe ini. Pada umumnya entimem dimulai dari kesimpulan, hanya saja ada alternatif mengemukakan sebab untuk sampai kepada kesimpulan.
Contoh:
1. Imey memang siswa yang amat baik masa depannya sebab ia bersekolah di SMA Bina Kerangka.
2. Orang itu pasti jagoan. Bukankah ia berasal dari Hollywood?
3. Temanku sebangku itu amat pintar. Ia memang dilahirkan dalam shio macan.

Bila kita cermati, ketiga contoh tersebut dapat dilacak rangkaian silogismenya. Setelah mengembalikan rangkaian silogismenya, kita lihat validitas-validitas premis, terutama premis mayor sebagai dasar bernalar, serta akurasi premis minornya, untuk menarik kesimpulan.

2.3 Sorites
Silogisme tipe ini sangat cocok untuk bentuk-bentuk tulisan atau pembicaraan yang bernuansa persuasif. Silogisme tipe ini didukung oleh lebih dari tiga premis, bergantung pada topik yang dikemukakan serta arah pembahasan yang dihubung-hubungkan demikian rupa sehingga predikat premis pertama menjadi subyek premis kedua, predikat premis kedua menjadi subyek pada premis ketiga, predikat premis kedua menjadi subyek pada premis keempat, dan seterusnya, hingga akhirnya sampailah pada kesimpulan yang diambil dari subyek premis pertama dan predikat premis terakhir.