Minggu, 19 Desember 2010

Tugas Perilaku Konsumen

KARYA TULIS
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN
PERILAKU KONSUMEN













NAMA : RAYNA DALINTA G
NPM : 11208394
KELAS : 3EA14


UNIVERSITAS GUNADARMA
2010

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN

1.Prilaku Konsumen
Menurut Swasta ( 1992 : 9 ) “Prilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu-individu yang secara langsung terlibat dalam memdapatkan termasuk mempergunakan barang-barang dan jasa, keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut”.
Menurut Peter J. Paul dan jerry C. Olson ( 2000 : 6 ) “Prilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara pengaruh dan kondisi prilaku dan kejadian di sekitar lingkungan di mana manusia melakukan aspek pertukaran dalam kehidupan mereka”.

Dari dua jenis definisi di atas dilihat ada dua hal penting dari prilaku konsumen yaitu proses pengembalian keputusan dan kegiatan fisik yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatlkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa secara ekonomis. Dengan kata lain prilaku konsumen adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku konsumen dalam arti tindakan-tindakan yang dilakukan untuk membeli suatu barang atau jasa tertentu.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prilaku Pembelian Konsumen
A. BUDAYA
Budaya nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, aturan-aturan dan norma-norma yang melingkupi suatu kelompok masyarakat akan mempengaruhi sikap dan tindakan individu dalam masyarakat tersebut. Sikap dan tindakan individu dalam suatu masyarakat dalam beberapa hal yang berkaitan dengan nilai, keyakinan aturan dan norma akan menimbulkan sikap dan tindakan yang cenderung homogen. Artinya, jika setiap individu mengacu pada nilai, keyakinan, aturan dan norma kelompok, maka sikap dan perilaku mereka akan cenderung seragam. Misalnya dalam suatu masyarakat ada aturan mengenai bagaimana melakukan pernikahan sehingga laki-laki dan perempuan dapat disahkan sebagai suami istri. Ketika anggota masyarakat akan menikah, maka proses yang dilalui oleh anggota masyarakat itu akan cenderung sama dengan anggota masyarakat yang lainnya.
Setiap kelompok masyarakat tertentu akan mempunyai cara yang berbeda dalam menjalani kehidupannya dengan sekelompok masyarakat yang lainnya. Cara-cara menjalani kehidupan sekelompok masyarakat dapat didefinisikan sebagai budaya masyarakat tersebut. Satu definisi klasik mengenai budaya adalah sebagai berikut: "budaya adalah seperangkat pola perilaku yang secara sosial dialirkan secara simbolis melalui bahasa dan cara-cara lain pada anggota dari masyarakat tertentu (Wallendorf & Reilly dalam Mowen: 1995)".
Definisi di atas menunjukkan bahwa budaya merupakan cara menjalani hidup dari suatu masyarakat yang ditransmisikan pada anggota masyarakatnya dari generasi ke generasi berikutnya. Proses transmisi dari generasi ke generasi tersebut dalam perjalanannya mengalami berbagai proses distorsi dan penetrasi budaya lain. Hal ini dimungkinkan karena informasi dan mobilitas anggota suatu masyarakat dengan anggota masyarakat yang lainnya mengalir tanpa hambatan.
Interaksi antar anggota masyarakat yang berbeda latar belakang budayanya semakin intens. Oleh karena itu, dalam proses transmisi budaya dari generasi ke generasi, proses adaptasi budaya lain sangat dimungkinkan. Misalnya proses difusi budaya populer di Indonesia terjadi sepanjang waktu. Kita bisa melihat bagaimana remaja-remaja di Indonesia meniru dan menjalani budaya populer dari negara-negara Barat, sehingga budaya Indonesia sudah tidak lagi dijadikan dasar dalam bersikap dan berperilaku. Proses seperti inilah yang disebut bahwa budaya mengalami adaptasi dan penetrasi budaya lain. Dalam hal-hal tertentu adaptasi budaya membawa kebaikan, tetapi di sisi lain proses adaptasi budaya luar menunjukkan adanya rasa tidak percaya diri dari anggota masyarakat terhadap budaya sendiri.
Agar budaya terus berkembang, proses adaptasi seperti dijelaskan di atas terus perlu dilakukan. Paradigma yang berkembang adalah bahwa budaya itu dinamis dan dapat merupakan hasil proses belajar, sehingga budaya suatu masyarakat tidak hadir dengan sendirinya. Proses belajar dan mempelajari budaya sendiri dalam suatu masyarakat disebut enkulturasi (enculturati). Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya sebuah masyarakat yang cenderung sulit menerima hal-hal baru dalam masyarakat dan cenderung mempertahankan budaya lama yang sudah tidak relevan lagi disebut sebagai akulturasi (acculturation).
Budaya yang ada dalam sekelompok masyarakat merupakan seperangkat aturan dan cara-cara hidup. Dengan adanya aturan dan cara hidup/ anggota dituntun untuk menjalani kehidupan yang serasi. Masyarakat diperkenalkan pada adanya baik-buruk, benar-salah dan adanya harapan-harapan hidup. Dengan aturan seperti itu orang akan mempunyai pijakan bersikap dan bertindak. Jika tindakan yang dilakukan memenuhi aturan yang telah digariskan, maka akan timbul perasaan puas dalam dirinya dalam menjalani kehidupan. Rasa bahagia akanjuga dirasakan oleh anggota masyarakat jika dia mampu memenuhi persyaratan-persyaratan sosialnya. Orang akan sangat bahagia jika mampu bertindak baik menurut aturan budayanya. Oleh karena itu, budaya merupakan sarana untuk memuaskan kebutuhan anggota masyarakatnya.

Aspek-Aspek Budaya
Budaya bersifat dinamis dan tidak statis. Budaya secara berkelanjutan berevolusi, meramu gagasan-gagasan lama dengan kemasan baru dan seterusnya. Suatu sistem budaya terdiri atas area-area fungsional sebagai berikut:
1. Ekologi. Ekologi merupakan sistem berdaptasi pada habitat/ lingkungan. Ekologi ini dibentuk oleh teknologi yang digunakan untuk memperoleh dan mendistribusikan sumber daya (misalnya masyarakat industri dan masyarakat dunia ketiga/berkembang).Sebagai contoh negara Jepang sangat ahli dalam merancang produk yang efisien karena mereka dihadapkan pada luas wilayah yang sempit.
2. Struktur sosial. Struktur sosial merupakan wilayah yang berfungsi sebagai penjaga ketertiban kehidupan sosial. Struktur sosial ini meliputi kelompok politik domestik yang dominan dalam budaya.Kelas sosial/ Struktur rumah tangga (keluarga inti dan keluarga lengkap merupakan contoh Struktur sosial).
3. Ideologi. Ideologi merupakan karakteristik mental dari orang-orang dalam suatu masyarakat dan cara-cara mereka berhubungan dengan lingkungan dan kelompok sosial lainnya. Fungsi ideologi ini berkisar pada bagaimana anggota masyarakat memiliki pandangan yang umum pada dunia, seperti bagaimana prinsip-prinsip moral, etos dan prinsip-prinsip estetik.

Orientasi Nilai Kultural
Terdapat enam dimensi nilai budaya pada berbagai budaya yang berbeda (McCarty & Hattwick: 1992) sebagai berikut:
• Individual versus kolektif. Ada budaya yang mementingkan nilai-nilai individual dibandingkan nilai-nilai masyarakat, dan ada juga budaya yang mementingkan nilai-nilai kelompok daripada nilai-nilai individual.
• Maskulinitas/feminitas. Melihat bagaimana peran pria melebihi peran wanita, atau bagaimana pria dan wanita membagi peran
• Orientasi waktu. Melihat bagaimana anggota masyarakat bersikap dan berperilaku dengan orientasi masa lalu, sekarang atau inasa depan.
• Menghindari ketidakpastian. Budaya suatu masyarakat berusaha menghadapi ketidakpastian dan membangun kepercayaan yang bisa menolong mereka menghadapi hal itu. Misalnya mereka meyakini dan menghayati agama.
• Orientasi aktivitas. Masyarakat yang berorientasi pada tindakan dan pada pemikiran.
• Hubungan dengan alam. Bagaimana suatu masyarakat memperlakukan alam, apakah sebagai pendominasi alam atau justru menjalin harmoni dengan alam.
Dalam suatu masyarakat tertentu, orientasi nilai di atas akan mengalami perubahan sesuai dengan proses adaptasi yang terjadi. Nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dari waktu ke waktu terns berubah.

Mitos dan Ritual Kebudayaan
Mitos
Setiap masyarakat memiliki serangkaian mitos yang mendefinisikan budayanya. Mitos merupakan cerita yang berisi elemen simbolis yang mengekspresikan emosi dan cita-cita budaya. Cerita-cerita berupa konflik antara dua kekuatan besar, dan berfungsi sebagai pembimbing moral untuk anggota masyakat.
Mitos yang beredar di masyarakat biasanya menunjukkan dua hal yang saling berlawanan. Misalnya kebaikan belawanan dengan setan dan kejahatan, alami berlawanan dengan teknologi/kimiawi dan lain-lain. Arah yang berlawanan tersebut biasanya secara bersamaan muncul pada diri manusia dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, dalam pemahaman tentang mitos masyarakat perlu mengetahui batas-batas baik dan buruk dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Batasan tersebut dijelaskan dalam aturan dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat. Dalam hal-hal tertentu, mitos berfungsi sebagai mediator antara kekuatan baik dan kekuatan jahat atau antara dua kekuatan lainnya. Misalnya banyak mitos yang beredar di masyarakat mengenai binatang yang mempunyai kemampuan seperti manusia (misalnya kancil yang cerdik menyerupai manusia). Mitos tersebut dimaksudkan sebagai jembatan antara kemanusiaan dan alam semesta. Dalam praktek pemasaran, banyak sekali nama-nama binatang (yang mempunyai mitos tertentu) digunakan sebagai merek produk. Misalnya Toyota menggunakan nama Kijang untuk merek mobil dan Mitsubishi menggunakan Kuda.
Penggunaan mitos sebagai cara untuk taktik pemasaran sangat sering terjadi. Di Indonesia mitos mengenai kekuatan Bima digunakan sebagai merek produk Jamu kuat untuk pria misalnya. Bahkan dalam kancah perpolitikan mitos mengenai akan datangnya ratu adil dalam masyarakat Indonesia dijadikan alat untuk memperoleh dukungan masa.Pemasar harus secara kreatif menggali mitos-mitos yang sangat dipercayai oleh suatu masyarakat dan mitos-mitos tersebut bisa digunakan sebagai sarana untuk menyusun strategi pemasaran.

Ritual Kebudayaan
Ritual budaya merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat. Ritual menggambarkan prosedur budaya yang harus dilakukan oleh sekelompok masyarakat agar bisa memenuhi tuntutan budayanya. Mowen (1995) mendefinisikan ritual budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandardisasi yang secara periodik diulang, memberikan arti, dan meliputi penggunaan simbol-simbol budaya. Ritual mempunyai beberapa kegunaan yang secara umum mempunyai permulaan, pertengahan dan akhir proses ritual. Ritual dapat bersifat pribadi ataupun bersifat umum. Variasinya mulai dari skala yang besar seperti mudik lebaran sampai pada skala yang kecil seperti ziarah kubur misalnya.
Ritual budaya berbeda dengan kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang. Ritual budaya dilakukan secara serius dan formal, dan juga memerlukan intensitas yang sangat dalam dari seseorang yang melakukan ritual. Sementara itu kebiasaan tidak dilakukan secara serius dan tidak mesti dilakukan. Kebiasaan akan sangat mudah berubah jika ada stimulus lain yang lebih menarik. Misalnya jika Anda biasa melalui jalur jalan tertentu ketika berangkat kerja dan Anda sudah biasa menghadapi jalan yang macet, namun ketika ada jalur jalan lain yang lebih lowong dan lebih cepat membawa Anda ke kantor, mungkin kebiasaan Anda akan berubah.
Setiap ritual budaya akan membutuhkan benda-benda (artifak) yang digunakan untuk melaksanakan proses ritual. Benda-benda inilah yang oleh pengusaha dijadikan sebagai peluang usaha. Setiap upacara ulang tahun misalnya, benda-benda yang dibutuhkan meliputi beberapa jenis seperti permen balon, kue dan lain-lain. Dalam upacara perkawinan misalnya banyak sekali artifak yang diperlukan agar proses ritual perkawinan berjalan dengan baik dan memuaskan pihak penyelenggara ritual. Benda-benda yang dibutuhkan dalam ritual perkawinan sangat banyak dan bervariasi mulai dari gedung tempat pesta, bunga, baju pengantin, rias pengantin gamelan tradisional, makanan, buah-buahan dan lain-lain.
Begitu banyaknya ritual budaya yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat, dan juga ritual itu dilaksanakan secara periodik, maka hal ini sangat menarik bagi pemasar untuk menyediakan produk-produk khusus untuk ritual tertentu. Di kota-kota besar, banyak sekali gedung-gedung yang disewakan untuk ritual perkawinan atau ritual yang lainnya. Bahkan perkembangan sekarang, banyak usaha yang mengkhususkan pada pengelolaan pesta ritual seperti ulang tahun, perkawinan dan lain-lain yang disebut sebagai wedding organizer.
Bagi pemasang iklan, peristiwa ritual budaya dapat dijadikan tema iklan. Misalnya saja ritual lebaran, bisa dijadikan tema iklan untuk produk sarung, peci, dan produk-produk lainnya. Selain itu peristiwa ritual juga bisa digunakan untuk memposisikan produk sebagai produk khusus untuk peristiwa ritual tertentu. Misalnya produk berlian bisa diposisikan sebagai produk untuk hadiah perkawinan anak.

Simbol-Simbol Kebudayaan
Selain dengan ritual, budaya juga direpresentasikan melalui simbol-simbol tertentu yang mempunyai arti tertentu pula. Simbol yang sama mungkin akan mempunyai arti yang berbeda pada satu budaya dengan budaya yang lainnya. Penggunaan simbol sebagai representasi budaya sangat sering dilakukan oleh sekelompok masyarakat. Apa yang dipakai dan dikonsumsi oleh seseorang akan mencerminkan budayanya. Oleh karena itu tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa sebenarnya manusia mengkonsumsi simbol dalam kehidupannya sehari-hari.
Dalam proses pembelian, konsumen pertama kali melakukan evaluasi dan diakhiri keputusan pembelian, sebagian besar pertim-bangannya adalah nilai simbolik yang bisa diperoleh dari pembelian suatu barang. Tentu saja hal ini tidak berlaku untuk semua kategori produk, tetapi banyak sekali pembelian yang dilakukan oleb konsumen dengan mempertimbangkan nilai-nilai simbolis.
Perusahaan sangat sering menggunakan nilai-nilai simbolis untuk produk-produk yang dihasilkannya dengan memberi merek yang mempunyai pengertian simbolis. Misalnya Toyota memberi merek Kijang Untuk kendaraan jenis penumpang keluarga, karena Kijang mempunyai nilai simbolis yaitu kemampuan lari yang sangat cepat dan lincah.
Selain asosiasi dengan binatang, simbol budaya juga bisa ditunjukkan dengan warna. Warna hitam pada berbagai budaya mempunyai arti yang berbeda-beda. Warna hitam pada kebanyakan budaya mempunyai arti formal. Warna biru menunjukkan kesejukan, warna putih menunjukkan kesucian. Warna merah pada kebanyakan budaya menunjukkan keberanian dan kegagahan. Oleh karena itu, pemasar dapat menggunakan warna-vvarna ini sebagai dasar untuk menciptakan produk yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan simbolis.

Budaya populer
Budaya popular atau sering disingkat dengan budaya populer ini merupakan karakteristik budaya yang sangat banyak peminatnya. Peminat budaya pop ini sangat banyak bahkan sampai melintasi batas budaya tradisional atau budaya luhur yang telah mengakar lama dalam masyarakat. Dampak difusi budaya pop ini sangat luar biasa baik pada perubahan perilaku suatu masyarakat maupun pada tingkat konsumsi akihnya munculnya budaya pop. Di Amerika hasil ekspor yang paling besar kedua dihasilkan dari ekspor budaya populer (film, musik, acara TV, dll) dan memberikan surplus perdagangan sebesar 8 milyar dollar (Huey dalam Mowen:1995)
Budaya populer mempunyai banyak definisi. Satu di antara banyak definisi adalah sebagai berikut: "Budaya populer adalah budaya yang menarik massa". Budaya populer mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Masuk ke dalam pengalaman dan nilai kebanyakan anggota masyarakat dari suatu populasi.
2. Tidak memerlukan pengetahuan khusus untuk memahami budaya populer.
3. Budaya itu dihasilkan karena mudahnya setiap orang mengakses pada nilai-nilai budaya populer.

Untuk memahami budaya populer, kita harus membedakannya dengan budaya luhur (high culture). Hal ini perlu dilakukan karena sistem budaya menghasilkan banyak jenis produk, tetapi beberapa dari dasar dapat dibedakan. Satu cara untuk membedakan budaya luhur dengan budaya pupuler adalah dengan melihat pada produk yang dihasilkan. Budaya luhur biasanya menghasilkan produk-produk yang; bernilai seni tinggi karena proses pembuatannya semata-mata didasarkan pada nilai-nilai estetis. Sedangkan budaya populer biasanya menghasilkan produk-produk yang dibuat dengan keahlian tertentu srperti produk keramik dan lain-lain. Produk seni hanya dihasilkan satu kali saja, sedangkan produk keahlian/keterampilan (craft product) bisa diproduksi secara masal karena biasanya sudah mempunyai formula yang baku.

Sistem Fashion
Fashion pada umumnya orang menyamakan dengan pakainn baik pakaian pria maupun wanita. Dalam pembahasan ini, pengertian fashion tidak hanya untuk pakaian saja, tetapi meliputi seluruh item produk yang mempunyai pengertian dan simbol kebudayaan. Solomon (1996) menyatakan bahwa sistem fashion terdiri atas orang-orang dan organisasi-organisasi yang terlibat dalam penciptaan pengertian-pengertian simbolis dan mengantarkan pengertian itu pada barang-barang budaya. Dengan demikian, produk fashion sebagai hasil dari sistem fashion meliputi seluruh tipe fenomena budaya termasuk musik, seni, arsitektur, dan bahkan ilmu pengetahnan. Secara lebih jauh, praktek bisnis yang berlangsung bisa dikategorikan sehagai proses fashion. Sistem fashion yang terus-menerus berkembang pada masyarakat bisa menghasilkan budaya kelas tinggi, tetapi juga bisa menghasilkan budaya populer. Pada umumnya, sistem fashion yang berkembang lebih cepat dan lebih banvak menghasilkan budaya pupuler. Budaya yang tinggi biasanya akan sangat sulit digantikan oleh budaya populer, walaupun walaupun pada waktu yang bersamaan muncul budaya populer.
Disisi lain, budaya populer akan mengalami proses forgetting (dilupakan oleh pengikutnya) ketika muncul budaya populer baru yang lebih menarik dan lebih banyak diminati orang. Semakin banyak diminati orang, budaya populer akan semakin banyak pengikutnya. Ketika pengikutnya sudah bosan dan berpaling pada budaya populer baru, budaya lama akan terlupakan. Namun demikian, pada suatu saat orang akan kembali menghidupkan budaya populer yang telah tenggelam tersebut.
Budaya populer bisa direpresentasikan dalam berbagai bentuk. iklan, musik, televisi, fashion misalnya dapat menjadi bentuk dari budaya populer. Kepopuleran model rambut Lady Diana tokoh dan disukai banyak wanita adalah salah satu contoh budaya populer dalam bentuk fashion. Sementara itu, televisi juga bisa merupakan bentuk dari budaya populer. Kata "wes ewes-ewes bablas angine" yang dikatakan oleh Basuki dalam sebuah iklan menjadi begitu populer dikalangan pemirsa televisi. Kata " wes ewes-ewes bablas angine' merupakan bentuk budaya populer yang disampaikan melalui televisi:
Selain iklan dan televisi sebagai bentuk yang bisa merepresentasikan budaya populer, musik juga bisa menjadi bentuk dari adanya budaya populer. Aliran musik Sheila merupakan aliran musik yang merepresentasikan budaya populer. Budaya populer juga bisa direpresentasikan dalam pakaian yang dikenakan oleh sekelompok orang dalam suatu masyarakat. Pakaian ketat dengan menonjolkan lekuk tubuh dan pinggang wanita merupakan budaya populer yang sekarang sedang marak dikalangan remaja putri Indonesia. Pada tahiin 60-an sampai 70-an rok mini merupakan budaya yang sangat populer pada saat itu.

Strategi Pemasaran dengan Memperhatikan Budaya
Beberapa strategi pemasaran bisa dilakukan berkenaan dengan pemahaman budaya suatu masyarakat. Dengan memahami budaya suatu masyarakat, pemasar dapat merencanakan strategi pemasaran pada penciptaan produk, segmentasi dan promosi.
Penciptaan Ragam Produk
Beragamnya budaya dalam berbagai masyarakat menjadi peluang yang sangat baik bagi pemasar. Dalam suatu budaya tertentu, banyak sekali ritual-ritual budaya yang membutuhkan barang-barang yang dijadikan sebagai sarana ritual tersebut. Pemasar dapat memanfaatkan berbagai ragam budaya untuk menciptakan berbagai macam produk yang dibutuhkan oleh berbagai ragam budaya tersebut. Budaya mudik lebaran misalnya membutuhkan banyak sekali barang-barang yang diperlukan oleh para pemudik mulai dari pakaian baru, sajadah, sarung, kue, transportasi dan lain-lain. Budaya musik populer membutuhkan sekali barang-barang dan bahkan jasa-jasa yang diperlukan untuk mendukung budaya musik populer tersebut misalnya pita kaset, CD, penyanyi, pub, organizer dan lain-lain. Budaya ulang tahun, budaya memberi hadiah dan budaya-budaya lain yang berkembang di masyarakat merupakan fakta dan fenomena yang bisa dipelajari, sehingga pemasar bisa melihat dan mempertimbangkan hal itu untuk menciptakan berbagai produk.

Segmentasi Pasar
Ritual budaya yang dijalankan oleh suatu masyarakat dapat merupakan satu segmen pasar tersendiri. Sekelompok orang dengan ritual budaya dapat dijadikan sebagai sebuah segmen yang membutuhkan pelayanan tersendiri. Misalnya ritual mudik lebaran dapat dijadikan satu segmen "pasar mudik lebaran". Dimana pemasar dapat menciptakan berbagai barang khusus bagi para pemudik tersebut, serta memberikan pelayanan khusus para pemudik tersebut. Budaya populer pakaian wanita yang ketat dengan pinggang terbuka yang sering dipakai oleh perempuan "ABG" dapat dijadikan satu segmen pasar tersendiri. Pemasar dapat menfokuskan pada penciptaan pakaian-pakaian ketat yang pasar sasarannya adalah "Anak Baru Gede". Contoh lain misalnya ritual budaya ulang tahun. Pemasar dapat menciptakan produk-produk yang khusus biasa dipakai dalam acara ulang tahun, seperti topi, kueh, barang-barang hadiah, dan sebagainya. Disamping itu terbuk peluang untuk mendirikan jasa even organizer untuk kebutuhan ulang tahun tersebut.

Promosi
Implikasi dari sebuah segmentasi yang dilakukan dibutuhkan strategi promosi yang difokuskan pada segmen sasaran saja.Pemahaman budaya juga bisa dijadikan dasar untuk memposisikan produk melalui iklan. Iklan dirancang sedemikian rupa, sehingga isinya memposisikan produk untuk ritual-ritual budaya tertentu. Misalnya iklan produk berlian yang dalam iklannya secara khusus menampilkan suasana perkawinan. Maksud iklan tersebut adalah bahwa berlian adalah barang yang cocok untuk dijadikan hadiah istimewa pada peristiwa perkawinan, atau acara-acara istimewa lainnya.

B. KELAS SOSIAL
Kelas social adalah pelapisan sosial yang terjadi pada msyarakat. Dalam setiap masyarakat terdapat kelas sosial. Pelpisan sosial terjadi karena dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dianggap bernilai. Orang yang memiliki sesuatu yang bbernilai dalam jumlah banyak akan menduduki kelas sosial yang tinggi. Orang dengan sedikit sesuatu yang dianggapa bernilai dalam masyarakat akan menduduki kelas bawah. Sesuatu yang dianggap bernialai dalam suatu masyarakat berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat alinnya. Dalam masyarakat agraris sesuatu yang bernilai itu dapat berupa sawah yang luas, rumah yang besar, dan hewan ternak yang banyak. Dalam masyarakat kapitalis sesuatu yang dianggap bernialai adalah harta kekayaan. Oleh karena itu banyak variabel yang menentukan kelas sosial seseorang.
Variabel yang membentuk kelas sosial dapat berupa:
1. Ekonomi : Pekerjaan, Pendapatan, dan Kekayaan
2. Interaksi : Prestis pribadi, Asosiasi, Sosialisasi
3. Politik : Kekuasaan, Kesadaran kelas, dan Mobilitas /suksesi.

Kelompok Kelas Sosial
Kelas sosial dapat dibagi menjadi beberapa kelompok. Namun pada intinya kelas sosial itu berkisar antara kelas sosial atas sampai bawah. Untuk kepentingan pemasaran kelasa sosial itu dapat dibagi menjadi; kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Untuk suatu kajian yang lebih detail pembagian itu dapat lebih dipertajam, misalanya kelasa atas dibagi lagi menjadi kelas atas atas, atas menenggah dan atas bawah. Gambaran pembagiankelas sosial dapat dibuat sebagai berikut:
1. Kelas atas dicirikan dengan pendapatan besar, intelek, membeli barang yang bergengsi, ikut dalam klub bergengsi, suka perjalanan ke negara maju.
2. Kelas menengah dicirikan dengan kehidupan baik, membeli apa yang populer, membelajakan uang untuk hal-hal yang layak untuk dialami, memberikan perhatian tinggi pd rumah.
3. Kelas bawah dicirikan dengan sangat tergantung pd dukungan ekonomi dan emosional dr sanak keluarga, menginginkan kemudahan berkarya dan hiburan, bertahan dr cobaan dunia menuju “karunia Tuhan”.

Kelas Sosial dan Perilaku Pembelian
Kelas sosial dalam masyarakat menunjukkan status tertentu dalam masyarakat, kelas atas berarti statusnya dalam masyarakat adalah tinggi. Status membawa peran terntentu. Peran adalah seperangkat aharapa yang ditimpakan pada seseorang yang menduduki status tertentu. Di kampus status anda adalah mahasiswa maka anda harus berperilaku seperti mahasiswa, misalnya intelek, tidak kolokan, sensitif terhadap persoalan. Sedangkan ketika anda diruman status anda adalah anak, sebagai anak anda dapatm perperilaku merengek, manja, bermalas-malas, dans sebagainya, sebuahperilaku yang tidak selayaknya ketika status anda adalah mahasiswa. Disini kelihatan bahwa kelas sosial akan menentukan perilaku seseorang.

Kelas Atas Kelas Bawah
1. Kebiasaan belanja

a. as a pleasure
b. mengunjungi toko yang memiliki image “high-fashion.
c. Lb banyak mencari informasi dr media masa.
d. Harga bk indikator kualitas

a. menyenangi barang masal dan toko diskon.
b. Memiliki informasi produk yang minim, bertindak berdasar display di toko & info wiraniaga, suka membeli produk “on sale”

2. Aktivitas waktu luang

a. aktivitas yang punya presrtise spt; tenis, golf, menghadiri kegiatan sosial, membaca, mengikuti organisai sosial.
b. Lb banyak membaca surat kabar, untuk acara TV menyukai olah raga dan drama terbaru.

a. lebih banyak melihat TV, memancing, sepak bola, angkat berat, dan dirumah.
b. Tidak banyak baca surat kabar, suka melihat opera sabun, quiz, dan komedi situasi.

3. Kepribadian

a. berfokus pada masa yad, punya keyakinan diri, berani mengambil risiko, memiliki pandangan yang luas.
b. Kepemilikan melambangkan “motivasi pribadi pemilik”.

a. berfokus pd masa kini dan masa lalu, pandangan yang terbatas, berorientasi pd diri dan keluarga.
b. Kepemilikan mrp “nasib baik”


Kelas Sosial dan Gaya Hidup
Kelas sosial tertentu akan melahirkan gaya hidup tertentu. Hubungan antarakelas sosial dan gaya hidup dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kelas sosial mempengaruhi gaya hidup konsumen. Untuk menunjukkan kelas sosial tertentu, gaya hidup tnt harus ditunjukkan.
2. kelas sosial dpt menjadi ukuran kepemilikan sumber daya.
3. produk dibeli sebagai simbol status. Orang membei produk untuk menunjukkan kelas sosialnya.
4. pemakaian simbol status mirip keahlian yang dipelajari. Kemampuan untuk membeli produk yang tepat guna menunjukan kelas mrp keahlian yang dipelajari

C. KELOMPOK SOSIAL DAN KELOMPOK REFERENSI
Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama oleh karenanya ada hubungan diantara mereka.
Macam-macam kelompok sosial
1. Kelompok -kelompok sosial dengan mana individu mengidentifikasikan dirinya mrp in group, sedangkan kelompok luar atau kelompok lawan in group-nya disebut out group.
2. Primari group dan scundary group.
a. Primari group adalahsuatu kelompok dimana masing-masing anggotanya saling kenal mengenal, dan ada kerjasama yang erat dan bersifat pribadi.
b. Scondary group adalahkelompok -kelompok besar yang beranggotakan banyak orang, dan tidak saling kenal mengenal scr pribadi.
3. Formal group dan Informal group.
a. Formal group adalahsuatu kelompok yang mempunyai peraturan-2 tegas dan ketat., mis. ikatan sarjana, himp. wanita, dan sebagainya.
b. Informal group adalahsuatu kelompok yang tdk mempunyai struktur organisasi yang jelas, misalnya klik, teman bermain, dan sebagainya.
4. Voluntary group dan non voluntary group
a. Voluntary group adalahsuatu kelompok dimana anggotanya masuk scr sukarela, misalnya PMI, donor darah, dan sebagainya.
b. Non voluntary group adalahsuatau kelompok dimana anggota-anggotanya masuk tidak scr sukarela, mis. serikat buruh.
5. Kelompok masa dan kelompok elite.
a. Kelompok masal adalahsuatu kelompok yang setiap orang mjd anggota kelompok tersebut tantap dituntut syarat-2 yang berat.
b. Kelompok elit adalahkelompok yang anggotanya terdiri dari orang-2 kelas atas

Reference group dan membership group.
a. Membership group adalahkelompok dimana setiap orang scr badaniah mjd anggota kelompok tersebut.
b. Reference group adalah kelompok sosial yang mjd ukuran bagi seseorang (yg bukan anggota kelompok ) untuk membentuk pribadi dan tingkah lakunya.




Pengaruh kelompok sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

membership group nonmembership group

positive contractual aspirational
influence group group

negative disclaimant avoidance
influence group group


a. Contractual group adalah kelompok dimana seseorang mjd anggota atau memiliki hubungan tatap muka dan nilai-nilai, sikap, dan standarnya dibenarkan.
b. Aspirational group adalah kelompok dimana seseorang tdk termasuk dalam anggota dan tdk memiliki hubungan tatap muka, tetapi seseorang menginginkan untuk mejadi anggota.
c. Disclaimant group adalah kelompok dalam mana seseorang mjd anggotanya tetapi ia tdk sependapat dengan nilai, sikap, dan perilaku kelompok .
d. Ovoidance group adalah kelompok dalam mana seseorang tdk mjd anggotanya dan tdk sefaham dengan nilai, sikap, dan perilaku kelompok tersebut.
Kelompok referensi adalah orang/kelompok orang yang norma, nilai, sikap, dan keyakinannya dijadikan tuntunan (guide) perilaku bagi individu.
Seseorang mengikuti nilai & norma kelompok referensi untuk 3 alasan:
1. mendapat pengetahuan yang berharga.
2. mendapat penghargaan atau menghindari hukuman.
3. mendapat makna guna membangun, memodifiaksi, & memelihara konsep pribadinya.
Jenis Pengaruh Kelompok Referensi
1. Pengaruh informasional : kelompok referensi memberi informasi tntang orang atau aspek lingkungan fisik spt produk, jasa, dan toko. Pengaruh kelompok referensi kuat jika informasi sahih dan relevan, dan sumber dpt dipercaya.
2. Pengaruh utilitarian : kelompok referensi memberikan imbalan atau hukuman.
3. Pengaruh ekpresi-nilai : kelompok referensi mempengaruhi konsep pribadi seseorang. dengan menyamakan diri dengan kelompok referensi yang mencerminkan makna yang diinginkan, konsumen mendapatkan sebagian makna tersebut untuk pengembangan pribadinya.
D. KELUARGA
Pengertian rumah tangga dan keluarga kadang-kadang diartikan sebagai sesuatu yang tidak berbeda. Padahal, dua istilah itu mempunyai pengertian yang berbeda dan tentu saja mempunyai makna yang berbeda pula. Kasali (1999) mendefinisikan keluarga sebagai sebuah rumah tangga yang anggota-anggotanya diikat oleh darah, perkawinan atau adopsi. Sedangkan rumah tangga tidak selalu berisi anggota masyarakat yang diikat oleh hubungan keluarga. Dengan demikian ada rumah tangga yang bukan keluarga (nonfamily household), misalnya ada sekelompok mahasiswa yang tinggal bersama dalam satu rumah. Dalam hal itu mereka bisa dikatakan satu rumah tangga, tetapi bukan satu keluarga.
Di Indonesia pada tahun 1996 ada sekitar 111,3 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun, atau sekitar 56,1% dari total populasi penduduk di Indonesia. Komposisi penduduk wanita dan pria berdasarkan sumber dari BPS menunjukkan jumlah yang seimbang yaitu 49,9% pria dan 50,1% wanita. Jika diasumsikan dari 111,3 juta jiwa 70% adalah menikah, maka diperkirakan jumlah keluarga di Indonesia sebanyak 38,9% juta keluarga (diolah dari Kasali: 1998).
Jumlah keluarga sebanyak itu merupakan pasar potensial yang sangat penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu, dalam bab ini akan dibahas bagaimana pola pengambilan keputusan di antara anggota-anggota keluarga, siapa mempengaruhi siapa, dan bagaimana keputusan pembelian suatu item produk diambil.
Masih menurut Kasali (1998), ciri-ciri keluarga di kota-kota besar di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Istri bekerja, keluarga dengan penghasilan ganda,
2. Menunda usia perkawinan,
3. Menunda kelahiran anak pertama,
4. Jumlah anak sedikit,
5. Ingin member! kualitas pada anak-anak,
6. Ada rasa bersalah di hati orangtua ketika meninggalkan anak-anaknya untuk bekerja, dan
7. Sebagian anak-anak dibesarkan oleh keluarga besar, pembantu atau baby sitter.

Ukuran Keluarga
Pada rnasa lalu, keluarga terdiri atas beberapa generasi yang berkumpul dalam satu rumah tangga. Dalam satu rumah tangga bisa terdiri atas kakek-nenek, ibu-bapak, anak dan cucu. Kakek-nenek dalam satu rumah tangga bisa dua pasang atau juga satu pasang, dengan beberapa pasang ibu-bapak dengan anak masing-masing. Sehingga dalam satu rumah tangga bisa terdiri atas banyak anggota keluarga yang mempunyai hubungan darah kakek-nenek, ibu-bapak, paman-bibi, kakak-adik, keponakan dan cucu. Keluarga demikian biasa disebut sebagai extended family.
Perkembangan selanjutnya, ketika perekonomian sudah semakin maju, dan masyarakat sudah semakin terdidik, kesadaran akan kesejahteraan keluarga mulai muncul. Perhitungan-perhitungan ekonomis sudah menjadi ukuran untuk menentukan berapa banyak anggota keluarga yang ingin dimiliki. Tingkat kebergantungan anak kepada orangtua dalam berbagai hal cenderung menurun, sehingga menimbulkan rasa mandiri pada anak. Akibatnya ketika mereka berkeluarga cenderung untuk mengindari berkumpul dengan orangtua. "Lebih baik tinggal di rumah kontrakan daripada harus ikut dengan orangtua atau mertua" begitu kira-kira kata pasangan yang baru saja menikah. Dengan demikian, ukuran keluarga menjadi menyusut seiring dengan tingkat kemandirian anak dalam kehidupannya. Sebuah , keluarga hanya terdiri atas ibu-bapak dan anak, yang sering disebut sebagai keluarga inti (nuclear family). Jumlah anak yang dimiliki oleh sebuah keluarga inti dari waktu ke waktu cenderung menurun. Kalau pada tahun 70-an ke bawah jumlah anak yang dimiliki rata-rata lebih besar dari empat anak, pada awal tahun 80-an sampai sekarang, jumlah anak yang dimiliki oleh sebuah keluarga semakin sedikit, mungkin hanya tiga atau dua anak saja.
Konflik dalam Pembuatan Keputusan Keluarga
Ketika dua orang atau lebih terlibat dalam pemgarnbilan keputusan, biasanya akan terjadi konflik walaupun dalam eskalasi yang paling rendah sekalipun. Dalam pengambilan keputusan keluarga dan rumah tangga (produk yang akan dibeli berhubungan dengan kepentingan keluarga atau individu dalam keluarga), konflik pasti terjadi. Seperti dalam ilustrasi cerita pada bagian terdahulu, bahwa keputusan untuk berlibur di sekitar Jakarta (pantai Carita) sebelumnya telah melalui proses konflik. Konflik terjadi karena di antara anggota keluarga telah terjadi hubungan emosional yang sangat dekat, sehingga dalam mengungkapkan keinginan tidak lagi ada penghalang. Oleh karena itu, konflik dalam pembuatan keputusan memilih merek produk yang harus dibeli terjadi.
Davis (1976) percaya bahwa keputusan pembelian suatu merek produk akan menciptakan konflik dalam keluarga. Davis menyatakan bahwa "keluarga sungguh sering melakukan tawar menawar, kompromi, dan memaksa daripada menyelesaikan masalah dalam mencapai suatu keputusan". Ada tiga area konflik yang mungkin terjadi dalam keluarga yaitu (1) siapa yang seharusnya membuat berbagai keputusan, (2) bagaimana seharusnya keputusan itu dibuat dan (3) siapa yang seharusnya melaksanakan keputusan.
Sementara itu, terdapat beberapa faktor yang menentukan derajat konflik dalam pengambilan keputusan keluarga. Seymour dan Lessne (1984) mengidentifikasi ada empat faktor yang menentukan derajat konflik dalam pembuatan keputusan keluarga yaitu:
- Kebutuhan interpersonal,
- Utilitas dan keterlibatan produk,
- Tanggung jawab, dan
- Kekuasaan.
Untuk membuat program pemasaran yang berhasil, pemasar seharusnya memperhatikan dan menyadari bagaimana proses pengambilan keputusan dalam keluarga terjadi. Pemasar seharusnya menyadari adanya potensi konflik dalam keluarga, sehingga dengan demikian pemasar bisa mengantisipasi dengan tindakan yang lebih baik. Misalnya sangat sering sebuah keluarga mengunjungi pameran mobil bersama keluarga yang lainnya. Misalnya istri dan suami. Dalam menentukan pilihan mobil yang akan dibeli suami dan istri mempunyai kriteria yang berbeda. Istri mungkin lebih menekankan pada interior dalam mobil, tingkat penggunaan bahan bakar dan kemudahan reparasi, sedangkan suami lebih menekankan pada kelapangan dan kecepatan mobil.

Strategi Keluarga untuk Menyelesaikan Konflik
Konflik hampir ada pada setiap keluarga. Adanya konflik dalam keluarga menimbulkan pertanyaan penting yang harus dijawab yaitu bagaimana sebuah keluarga bisa menyelesaikan konflik. Kadang-kadang konflik bisa diselesaikan seketika, namun juga kadang-kadang konflik memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikannya, atau bahkan pada kasus-kasus tertentu menimbulkan masalah yang berkepanjangan. Keluarga menggunakan berbagai strategi dalam menyelesaikan konflik sehingga keputusan akhir bisa memuaskan semua pihak.

Konflik timbul karena hal-hal sebagai berikut:
(1) alasan untuk pembelian suatu item produk,
(2) mengevaluasi pilihan alternatif.
Banyak konflik yang berhubungan dengan pembelian dalam keluarga karena alternatif produk, dan bukan pada tujuan dari pembelian produk itu sendiri, dan biasanya diselesaikan dengan konsensus. Hal ini karena keluarga adalah satu kesatuan, oleh karena itu tujuan utama anggota keluarga adalah kompatibel. Tujuan anggota keluarga adalah menekan-kan pada adanya afiliasi, keamanan dan kepercayaan.
Dalam menyelesaikan masalah dalam keluarga, ada tiga cara pembuatan keputusan keluarga yang mungkin akan menimbulkan konsensus di antara anggota keluarga:
1. Anggota keluarga yang ahli dalam item produk yang akan dibeli diberi tugas menentukan merek produk yang akan dibeli.
2. Diskusi keluarga mungkin akan menimbulkan solusi yang lebih baik dari yang diusulkan oleh setiap anggota keluarga.
2. Pembelian yang bervariasi mungkin salah satu cara untuk menghindari konflik.

Konflik tidak selalu berarti keluarga akan secara bersama-sama sampai pada keputusan yang saling menguntungkan. Davis (1976) menyebutkan ada dua strategi yang digunakan ketika anggota keluarga tidak setuju dengan tujuan. Strategi yang digunakan yaitu tawar-menawar (bergaining) dan bujukan (persuasion). Tawar menawar merupakan bentuk kompromi yang saling memberi dan menerima, sedangkan bujukan merupakan cara mempengaruhi seseorang untuk setuju dengan suatu keputusan.
Untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam keluarga, perlu diketahui dulu situasi konflik yang terjadi. Ada tiga situasi konflik yang mudah diselesaikan dalam suatu keluarga. Pertama, situasi ketika satu orang diketahui sebagai penguasa. Konflik dengan mudah diselesaikan dengan mendelegasikan tugas untuk mengambil keputusan kepada penguasa tadi. Kedua, ketika satu orang anggota keluarga lebih terlibat dalam keputusan daripada anggota keluarga yang lainnya. Hal ini akan memungkinkan bahwa orang yang lebih terlibat dalam suatu keputusan akan mempunyai pengaruh yang besar pula dalam pengambilan keputusan. Ketiga, terjadi ketika satu anggota keluarga lebih empati pada anggota keluarga lainnya. Hal ini berarti anggota yang lebih empati akan lebih memberikan kebebasan kepada anggota keluarga lainnya untuk mengambil keputusan.

Suami Istri dan Pengaruhnya
Terdapat banyak penelitian yang menganalisis tentang pengaruh suami atau istri dalam pembuatan keputusan. Besarnya pengaruh suami atau istri relatif menurut (1) tipe produk yang dipertimbangkan untuk dibeli, (2) tahap dalam pembuatan keputusan, (3) sifat pengaruh pembelian, dan (4) karakteristik keluarga.

Tipe Produk yang Dipertimbangkan
Beberapa hasil penelitian masa lalu yang telah rnelakukan identifikasi terhadap pengaruh dominan di antara suami atau istri menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
• Suami mendominasi keputusan pembelian mobil
• Istri cenderung mendominasi keputusan untuk pembelian makanan, toiletries (peralatan di kamar mandi) dan peralatan kecil.
• Suami dan istri cenderung mengambil keputusan bersama dalam : pembelian rumah, liburan dan furnitur.
Selain itu, studi yang dilakukan oleh Davis dan Rigaux menunjukkan pola yang hampir sama dalam pembuatan keputusan suami istri seperti penelitian yang terdahulu, yaitu sebagai berikut:
• Produk untuk suami, suami cenderung dominan dan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan
• Produk untuk istri, istri cenderung untuk mempengaruhi secara dominan

Tahap dalam Pembuatan Keputusan Pengaruh suami atau istri mungkin bervariasi menurut tahapan dalam Pembuatan keputusan. Pasangan yang satu (misal suami) mungkin yang pertama kali melakukan inisiatif untuk mengambil keputusan, dan pasangan yang lain (misal istri) mengumpulkan informasi, dan kedua-duanya sama-sama mengambil keputusan akhir. Dalam perencanaan keluarga (KB) misalnya mungkin saja suami dan istri sama-sama mengambil keputusan bersama, tetapi istri mungkin lebih terlibat dalam pencarian informasi. Satu studi di India menemukan bahwa 44% dari kasus yang diteliti, suami melakukan pengambilan keputusan akhir.
Dalam telaah Davis dan Rigaux, pengaruh suami-istri dipelajari dalam tiga phase keputusan yaitu (1) pengenalan masalah, (2) pencarian informasi dan (3) pengambilan keputusan akhir. Telaah itu menemukan bahwa mulai dari pengenalan masalah sampai pada pencarian informasi, suami mempengaruhi lebih dominan untuk kebanyakan produk. Di sisi lain, mulai dari pencarian informasi sampai keputusan akhir, kedua-duanya mempunyai pengaruh yang sama. Pencarian informasi sangat mungkin menjadi proses individual, sedangkan keputusan akhir dibuat secara bersama-sama.

Sifat dari Pengaruh Pembelian
Peran suami istri dispesifikasikan dengan sifat dan pengaruh pembelian. Klasifikasi yang paling penting dari pengaruh pembelian yaitu dengan mendefinisikan peran instrumental versus ekspresif dalam pembelian keluarga. Peran instrumental berhubungan dengan pembentukan tugas yang membantu kelompok dan membuat keputusan pembelian. Keputusan atas anggaran, waktu pembelian, dan spesifikasi produk dijadikan orientasi tugas, dan oleh karena itu termasuk ke dalam peran instrumental. Di sisi lain, peran ekspresif berusaha memfasilitasi ekspresi norma kelompok dan kelompok diberi dukungan moral dan emosional. Keputusan mengenai warna, gaya dan desain adalah keputusan ekspresif, kalau mereka merefleksikan norma kelompok. Pemilihan fur-niture dengan gaya ukiran Jepara misalnya, berarti menunjukkan adanya ekspresi nilai dan citra keluarga.
Berkaitan dengan keputusan pembelian yang dilakukan oleh suami atau istri dan hubungannya dengan peran instrumental dan ekspresif, secara historis suami telah dihubungkan dengan peran instrumental dan istri dikaitkan dengan peran ekspresif. Telaah Davis menunjukkan bahwa suami mempunyai pengaruh yang lebih ketika. membeli mobil dan berapa banyak yang harus dikeluarkah untuk itu, sementara istri lebih berpengaruh pada gaya dan warna.

Karakteristik Keluarga
Walaupun suami cenderung untuk mendominasi keputusan untuk kategori produk tertentu, dan istri untuk yang lainnya, tetapi di sana ada kemungkinan variasi dalam derajat dominannya dalam masing-masing keluarga. Dengan perkataan lain, pada satu keluarga mungkin suami sangat dominan dalam pembuatan keputusan untuk pembelian suatu item produk tertentu, namun pada keluarga yang lain, untuk item produk yang sama, suami dominan tetapi tidak terlalu dominan. Atau bisa juga misalnya dalam satu keluarga suami lebih dominan (patriarchal families) dalam keputusan pembelian produk tertentu, tetapi di keluarga lain, istri justru lebih dominan (matriarchal families).
Beberapa hasil telah memperlihatkan bahwa secara umum, suami akan lebih berpengaruh dalam keputusan pembelian daripada istrinya ketika:
• Tingkat pendidikan suami lebih tinggi dari istri
• Pendapatan dan status pekerjaan suami lebih tinggi
• Istrinya tidak bekerja
• Pasangan itu berada pada tahap awal dalam siklus hidup keluarga (keluarga muda), dan
• Pasangan yang mempunyai jumlah anak yang lebih banyak dari rata-rata.

Perubahan Pola Pengaruh Suami-Istri
Telah terjadi pergeseran peran dari dominan suami pada pengambilan keputusan, kepada pengambilan keputusan bersama. Suatu telaah menemukan bahwa telah terjadi peningkatan peran perempuan dalam pengambilan keputusan mengenai asuransi, mobil dan pelayanan keuangan, sebagai hasil dari ekonomi yang terus meningkat.

Orangtua-Anak dan Pengaruhnya
Hubungan orangtua dan anak merupakan hubungan emosional yang sangat dekat. Oleh karena itu, masing-masing saling mempengaruhi satu sama lain secara signifikan. Dalam sebuah keluarga, anak memainkan peran yang penting dalam pembuatan keputusan keluarga. Masing-masing anak sesuai dengan tingkat usianya mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. Anak yang lebih muda sering mengambil keputusan pembelian terhadap permen, snack dan bioskop. Anak yang lebih tua mempunyai kekuatan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan.
Sangat mungkin mereka akan menjadi pengambil keputusan utama untuk produk-produk kaset, pakaian, bahan bacaan dan lain-lain. Lebih dari itu, anak akan sangat mungkin mempunyai pengaruh yang besar terhadap keputusan pembelian untuk keluarga. Biasanya anak-anak baru gede (ABG) mempunyai banyak informasi tentang perkembangan restoran, tempat liburan, dan makanan, atau mungkin mobil dan komputer. Oleh karena itu, mereka (ABG) sangat mungkin mempengaruhi keputusan untuk pembelian keluarga.
Telah pengaruh orangtua-anak dalam pembelian dibagi antara penelitian pada anak yang lebih muda (12 tahun ke bawah) dan pada anak yang lebih tua dari itu. Penelitian pada anak yang lebih muda telah memfokuskan pada bagaimana mereka belajar mengenai tugas pembelian dan konsumsi, dan pada interaksi ibu dan anak difokuskan dalam proses pembelian. Penelitian pada anak yang lebih tua diarahkan pada pengaruh relatif orangtua dan peer group dalam keputusan pembeliannya. Fokus ini menghasilkan kepercayaan umum bahwa anak akan bersandar pada orangtua untuk nilai-nilai dan norma-norma ketika mereka masih muda, dan pada peer group-nya ketika mereka tumbuh lebih dewasa.

Anak-Anak Sebagai Konsumen dan Proses Sosialisasi
Keluarga sebagai kumpulan orang-orang yang mempunyai hubungan darah mempunyai peran yang sangat penting dalam proses sosialisasi berbagai hal tentang kehidupan. Oleh karena itu, keluarga berfungsi sebagai agen sosialiasi (agent of socialization). Sosialisasi itu sendiri merupakan proses dengan mana seorang individu memperoleh pengetahuan, keahlian, dan sikap yang memungkinkan mereka untuk berpartisipasi sebagai anggota sosial (Goslin: 1969). Konsep umum mengenai sosialiasasi dapat dipersempit dan memfokuskan pada sosialiasasi konsumen anak-anak (childhood consumer socialization). Child-hood consumer socialization merupakan suatu proses orang-orang muda (anak-anak) memperoleh keahlian, pengetahuan dan sikap-sikap yang relevan dengan fungsi mereka sebagai konsumen dalam pasar (Ward: 1974).
Anak-anak belajar mengenai pembelian dan konsumsi terutama dari orangtua mereka. Televisi mempunyai pengaruh persuasif pada apa yang dilihat oleh anak dan bagaimana mereka bereaksi terhadap merek tertentu. Namun demikian, keluarga tetap merupakan institusi yang sangat penting dalam proses sosialisasi anak sebagai konsumen. Keluarga adalah instrumental dalam mengajari anak muda pada aspek-aspek konsumsi yang rasional termasuk kebutuhan dasar konsumen. Peran orangtua dalam mencoba mengajar anak-anak mereka menjadi konsumen yang lebih efektif diilustrasikan dalam penemuan berikut:
• Orangtua mengajari hubungan kualitas dengan harga pada anak mereka, termasuk pengalaman menggunakan uang dan cara berbelanja untuk produk yang berkualitas.
• Orangtua mengajari anak mereka bagaimana menjadi pembeli yang bisa membandingkan secara efektif, dan bagaimana membeli produk yang dijual.
• Orangtua mempunyai pengaruh pada preferensi merek si anak.
• Orangtua mempunyai pengaruh pada kemampuan anak untuk membedakan fakta dari hal yang dilebih-lebihkan dalam iklan.

Memahami bagaimana individu bersosialisasi ke dalam fungsinya sebagai konsumen adalah sangat penting dengan beberapa alasan. Pertama, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sosialisasi konsumen dapat memberikan informasi pada pemasar yang mungkin berguna dalam merancang program komunikasi pemasaran. Dalam masyarakat, anak-anak merupakan konsumen yang sangat potensial. Menurut data Biro Pusat Statistik (EPS), jumlah anak 0-14 tahun pada tahun 1996 berjumlah 32,9% dari jumlah populasi (Kasali: 1999). Walaupun terjadi kecenderungan menurunnya persentasi jumlah anak dari populasi, namun jumlah sebesar 30% merupakan jumlah yang sangat besar. Kedua, keputusan publik yang berkenaan dengan aturan dan regulasi pemasaran produk yang mengarahkan anak-anak sebagai konsumen perlu memahami proses sosialisasi anak sebagai konsumen. Dengan perkataan lain, para pengiklan tidak boleh sembarangan mengeksploitasi anak sebagai sasaran konsumen langsung.

Pengaruh Orangtua Versus Peer Group pada Anak Remaja
Pembelian pada anak usia belasan tahun telah meningkat ketika orangtua bekerja. Dengan bekerja, orangtua tidak bisa lagi mengontrol anak-anaknya sepanjang waktu. Dengan demikian, hal ini menimbulkan delegasi wewenang kepada anak untuk mengambil keputusan pembelian yang sekiranya diperlukan.
Anak-anak mereka diserahi tanggung jawab untuk mengurus dirinya sendiri, dan orangtua hanya memberi uang saja sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan anak. Satu survey menunjukkan bahwa rata-rata gadis belasan tahun menghabiskan jamnya setiap minggu untuk belanja keluarga dan lebih 80% memasak di rumah. Beberapa pemasar menyimpulkan bahwa pengaruh anak usia belasan tahun dalam pembelian makanan hampir sama dengan ibunya. Survey lain mengatakan bahwa dari 40% sampai 60% anak belasan tahun mempunyai keputusan dalam keluarga untuk pembelian personal komputer, mobil dan televisi, dan kira-kira 70% mempengaruhi keputusan libur keluarga.
Satu hal yang mungkin telah bergeser adalah peran orangtua dalam mempengaruhi pembelian produk untuk anak-anak remaja. Pandangan tradisional menganggap bahwa anak remaja meminta pertimbangan dan dukungan pada orangtua dalam pembelian produk untuk dirinya. Hal ini telah bergeser pada bahwa anak cenderung tidak lagi setia kepada keluarganya tetapi lebih percaya kepada kelompok sebayanya. Namun demikian, hasil telaah menunjukkan bahwa masih banyak anak-anak yang terus bergantung pada orangtua untuk informasi. Penelitian lain menemukan bahwa anak umur 16-19 tahun lebih mungkin untuk dipengaruhi orangtua daripada oleh teman-temannya dalam pembelian peralatan olah raga dan peralatan kecil. Ketika produk mahal dan rumit, anak belasan tahun cenderung untuk mendasarkan pada orangtua daripada pada pengaruh kelompok sebayanya.
Pentingnya orangtua dalam mempengaruhi keputusan tidak mengurangi pentingnya kelompok sebaya. Dalam telaah yang sama, Moschis & Moore (1979) menemukan bahwa ketika anak belasan tahun menjadi lebih dewasa, mereka mendasarkan pada sumber informasi yang lebih banyak, dan pengaruh kelompok sebaya juga meningkat dalam keputusan pembelian.

Siklus Hidup Keluarga
Siklus hidup keluarga (family life cycle) merujuk pada gagasan bahwa keluarga bergerak melalui serangkaian tahapan dalam kebiasaaan-kebiasaan yang terus berkembang. Sebuah keluarga dimulai dari perkawinan, mempunyai anak, membesarkan anak, menikahkan anak dan seterusnya sampai dalam keluarga itu hanya tinggal berdua lagi (suami istri yang telah lanjut).
Setiap orang akan melewati sebuah keluarga dengan peran-peran tertentu yang akan dijalaninya. Misalnya jika seorang laki-laki menikah, maka dia akan berfungsi sebagai suami dan jika mempunyai anak dia akan menjadi ayah, dan ketika anaknya menikah dia akan menjadi

Tabel 12-2
Model Siklus Hidup Keluarga dari Gilly-Enis
Sumber: John C. Mowen (1995), "Consumer behavior." Fourth Edition, Prentice-Hall Int.

Tahap Siklus Hidup %
Total Deskripsi
Bujangan I 7,9 Orang yang tidak/belum kawin dengan usia di
bawah 35 tahun
Bujangan II 13,3 Orang yang tidak/belum kawin dengan usia dibawah 65 tahun
Pasangan
pengantin baru 17,4 Menikah tanpa/belum mempunyai anakdengan usia di bawah 35 tahun
Orangtua tunggal 5,9 Orangtua tunggal dengan usia di bawah 65tahun
Keluarga lengkap I
(Fullnest I) 9,9 Keluarga dengan pasangan wanita di bawah35 tahun dengan usia anak di bawah 6 tahun
Keluarga lengkap
Terlambat 3,8 Keluarga dengan pasangan wanita di atas 35tahun dengan anak usia di bawah 6 tahun
Keluarga lengkap II dan III
(Fullnest II dan III) 22,2 Pasangan dengan anak usia di atas 6 tahunyang tinggal di rumah
Pasangan tanpa anak 16,0 Pasangan dengan usia di bawah 65 tahundengan tidak mempunyai anak yang tinggal di rumah
Pasangan usia lanjut 5,9 Pasangan dengan usia di atas 65 tahun tanpaanak yang tinggal di rumah
Bujangan III 7,4 Orang yang tidak kawin dengan usia di atas
65 tahun
Lainnya 0,5 Kelompok-kelompok lain yang beranekaragam, seperti anak yang tinggal dengansaudaranya.
Sumber: John C. Mowen (1995), "Consumer behavior." Fourth Edition, Prentice-Hall Int.




PENUTUP
Rangkuman
Perilaku konsumen dipengaruhi oleh factor eksternal yanti factor-faktor yang berada diluar diri manusia yang terut menentukan perilakuknya. Factor-faktor tersebut adalah factor budaya dimana perilaku seseorang ditentukan oleh budaya yang dianutnya. Factor kelas social dimana kelas sosil seseorang menentukan perilakunya. Factor kelompok referensi, dimana orang atau kelompok yang menjadi rujukan akan ikut menentukan perilaku seseorang. Faktor keluarga
dimana seseorang tumbuh dalam keluarga dan keluarga tersebut ikut membentuk perilakunya.

REFERENSI
A. Sutisna, Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran, Rosdakarya, Bandung, 2002 , Hal 201-221
B. Basu Swastha dan Hani handoko, Manajemen Pemasaran, Analisis Perilaku Konsumen, BPFE, Yogyakarta, 1997, hal 70-74
C. Engel, James F., Blackwell, Roger D., dan Miniard, Paul W., Perilaku Konsumen, Jilid 2, Alih bahasa Budiyanto, Binarupa Aksara, Jakarta, 1994, hal 192-231
D. Mowen, John C., Consumer Behavior, Macmillan Publishing Company, Newyork, 1990, hal 502-530